Selamat Datang di Ruang Pajang Cipta Karya Sastra (Puisi, Cerpen, Drama, Artikel, dan Catatan Budaya) =============================================================================

Minggu, 09 Oktober 2011

AKU BUKAN PELACUR (9)

Pak Wijaya mengangguk. Ada bening bola mata Wina yang semula polos kini telah bersimbah dengan bulir bulir kedewasaan yang seketika meloncat dari korneanya. Kedewasaan yang spontan di luar dugaan. Dipaksa untuk menjadi dewasa dalam sehari. Kedewasaan yang ditandai dengan runtuhnya airmata duka. Airmata bencana seorang gadis yang telah kehilangan kegadisannya.
“Beruntung, hmm iya beruntung, karena apa yang menjadi keinginan-keinginanmu segalanya dapat dengan mudah terpenuhi. Semau kamu menginginkannya. Tidak seperti kawan-kawan gadis lain di FKPPI. Kamulah kembangnya organisasi ini. Maka dukunganmu sangat bapak harapkan.”
“Termasuk dengan kejadian yang telah bapak lakukan pada saya? Itukah dukungan yang bapak maksud?” Wina bertanya, tatapan polos penuh tanda tanya yang benar-benar di luar dugaan semula. Sebuah peristiwa yang sangat memalukan. Wina tak pernah menduga akan terjadi suatu peristiwa yang sangat memalukan menimpa dirinya. Peristiwa yang sangat merendahkan martabatnya.
“Kamu menyesal?”
Menyesal? Setelah semuanya terjadi. Menyesalkah dia? Namun apa yang telah diberikan bapak ini, apakah sepadan dengan permintaannya. Toh segalanya telah terjadi. Apa yang harus disesalkan lagi.
Wina diam.
“Iya, kalau kejadian tadi memang bapak benar-benar menginginkan kamu. Bapak menikmati itu semua dan berterimakasih atas apa yang telah kamu berikan pada bapak. Bapak mengerti apa keinginanmu sebagai seorang gadis, semuanya itu akan bapak penuhi. Percayalah, Wina. Sekalipun nanti kamu berada di suatu tempat yang sangat jauh, bapak tetap akan mencarimu. Percayalah Win.”(nyambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar