Selamat Datang di Ruang Pajang Cipta Karya Sastra (Puisi, Cerpen, Drama, Artikel, dan Catatan Budaya) =============================================================================

Kamis, 29 September 2011

NEGERI SENGGEGER (1)

Di negeri ini orang orang berkumpul merapal angin
daun daun tak bergerak oleh derai sepoi gadis lugu
orang-orang memahami dosa bahwa kerling godaan sesaat mampu membunuh sepi
membunuh angan-angan yang dijanjikan gemerlap cahaya kota yang konon terlihat benderang dari sudut desa yang pengap dalam tanda tanda
disini aku akan berjalan tanpa kenangan, mampir kemana maunya siapa tahu jumpa hati yang tertinggal sekadar untuk mampir di salah satu bilik hatiku yang masih melompong
tak kubuat kau dengan kata-kata yang selalu dapat menanggalkan mimpimu hingga lupa waktu sampai setiap saat terlena untuk menyebut perjumpaan kita
karena ketika hatimu telah penuh terungkap masih kau sisakan buatku
selama engkau masih menginginkan

di negeri ini senantiasa aku belajar menyihir hati setiap wanita yang melintas
dalam dosa yang lain, dalam tubuh yang berbeda, dengan napsu yang sama
hingga daun menghentikan geraknya pada arah angin yang berbeda pula

Selasa, 27 September 2011

BOYA YĔHMATA GAING

Mirib kenehē ngelebihin keneh maboya, buka ngenehang sesed ulian sebet
sawai-wai ngenjek lan makedēkan ngawada sebet di keneh
masē enu masemaya ngedum keneh: kenehē melawat dadua.
encēn bakat gelahang?
jalane ngancan sambrag ulian dekil kalindes ban-ban motor
kema-mai nugtug kenehē, ngengkebang corah, merkak
orahang ja matanainē tatas ngencanin keneh pelih, nyagaang sangsaya
lan mulisah tan patepi

Gelah nyēn kone ngartiang yēhmata di muanē tan kapineh?
tuah yēhmata
tongos yehe ngured paningalan nrestes ka gumi
tuah yēhmata maboya ngetēlang sebet nebekin keneh.

yēhmata tuh boya ngenehang
jelema puru jelema makejang

apa artin sunia?
sunia tandruh matinggah boya ja ulian peteng kenehē dapdap nyapatin
boya ja tuh gaing

KUPU KUPU PUTIH

Setiap pagi dia datang menggariskan sinar matahari
menerobos celah kacaku
kupu kupu putih terbang menari-nari
dibalik pantulan kacaku
entah lupa jalan pulang, atau tidak punya rumah
terbang menari mainan pelupuk mataku
pernah singgah di ranjang memainkan irama cinta
wahai persinggahanmu di hotel sana
Owww ..bukan kita pelihara untuk dipanggil panggil kerinduannya
bukan memanggil jalang kupu-kupu
bukan membelai benih kupu-kupu
untuk menghibur para nelayan,buruh buruh yang letih mematang angin
atau para pejabat yang lupa jalannya pulang
lupa bersinggungan kalbu yang basah
melupakan kemerut di dahi
berbagi rejeki

AKU BUKAN PELACUR (3)

dengannya, sekalipun ketemu rekan-rekan sesama organisasi jarang sekali bisa sempat untuk ngobrol dengannya. Harap maklum namanya orang penting. Kawan-kawan se-organisasi di tempat Wina saja tidak ada yang seberuntung dirinya, sempat-sempatnya ditemui langsung bahkan beberapa kali pernah diajak bicara panjang lebar. Sampai-sampai masalah yang pribadi menyangkut pekerjaan sebagai masa depannya. Wina lebih beruntung dari teman-temannya yang lain. Teman-teman se-organisasi sering iri padanya. Semua menganggap Wina sebagai seorang gadis yang sangat beruntung diantara teman-teman gadis yang lain di samping wajahnya yang cantik dengan tubuhnya yang sangat indah.
“Nanti kamu yang mengurus hotel bapak di sana ya. Bapak berikan jabatan sebagai seorang menejer hotel.” Itu kata-kata yang masih terus terngiang di telinga Wina.
“Menejer hotel pak?” Wina bertanya seperti tidak percaya dengan pendengarannya.
“Iya! Sebagai orang kepercayaan saya.”
“Wow??” Mata Wina terbelalak senang.
“Seringkali bapak perhatikan kamu secara diam-diam. Suambara banyak cerita tentang kamu Win, kamu butuh pekerjaan ya?.”
Wina mengangguk. Kalau wayan Suambara sendiri malah lain ceritanya. Tidak mungkin ada sebuah cerita kalau tidak ada pengumpan sebelumnya. Jadi yang terbalik akhirnya menurut laki-laki ini, Wayan Suambara yang banyak cerita tentang dirinya. Ah, laki-laki. Tua muda sama saja. Namun sebuah perhatian dari seorang pejabat memang lain artinya, terkadang terlampau berlebihan. Itu dia bisa berkesimpulan setelah mengetahui siapa sesungguhnya pak Wijaya ini. Tentang perbedaan laki-laki baik tua maupun muda, baginya akan menjadi lebih paham lagi setelah mengetahui kejadian-kejadian berikutnya.
“Hmm ya pak, makasih sebelumnya pak. Di hotel mana pak? Boleh Win tahu kan nama hotelnya?” (bersambung)

PAKSI NGEDIL

Ngedil makeber tegeh mentangin langit lan tegehan pasih
ngelēpak kampidnē nyujuh langit
receh anginē ngaukin ujan
nekepin sunia di galang kangin
tegeh ngindang di duur gunung
nambung makeber nyerit mēsbēs keneh
ngangsur ungkah-angkih
ngurung lawatnē sang paksi kateteh masunar matanai
uli useran yēh pasihē nganti nyat
uluh matanai lan sang paksi metinggah
nguluh warsa
maksa keneh puyung mamung guminē
ujug-ujug ngetēlang keneh
nombaang abetnē tastas telah aas sekabesik
maboya-boya nantangin gumi mentangin selat pasih
buka kampid matatu gelah paksi ngedil
mangenan
makeber
buung

CATATAN MASA SILAM

Saat saat barangkali yang membentengi pikiran dengan akal budi berlebih, manakala tahu betapa pedih menabur-nabur kehilangan, sosok yang menenggelamkan bentuk-bentuk keluguan yang pernah engkau miliki.
Hari-hari beranjak atau tak tergelak canda bergeming balutan luka hati.
Pada siapa kau teriakan?
Luka!
Lukaku!!

Adanya cengkerama sementara memilah persamaan arti : bagi masing-masing pikiran berbagi dan hatimu dalam cerminku bak berbelah dua.
Engkau milik yang mana?
Jalanan tetap bersepuh debu dalam lintasan gilasan ban-ban mobil yang lalu-lalang menutup arah pikiranmu menutupi keburukan, kecongkakan, pribadi terpilah antara saling-silang menghalau arah yang salah.
Kau katakan pendar matahari itu telah lumer mengancam hati yang perih, menjaga rasa, ketidak mengertian dan segala lingkaran-lingkaran tak bertepi?

Saat yang ada buat memenuhi hasrat dari pikiran-pikiran kuyu, engkau berhenti pada hati yang mana?
Pada siapa hasrat itu kau miliki untuk mengartikan airmata pada airmukamu yang tak mampu kutebak?
hanya air mata.
hanya airmata tempat airmu mengalir menyatakan duka.
hanya airmata yang tumpah bahasa kesedihan yang menikam hati. hanyalah airmata-airmata yang menyimpan sorot bahwa duka ini untuk selalu diberi penghargaan.

Airmata kental tak berwujud diri
manusia bagi semua manusia
meratapi semua dengan sedikit demi sedikit, semakin berkembang, mengaduk,berbaur
menetas,menuai dalam satu ikatan kesepian dan berkata: tolong beri aku satu ruang yang dapat menentukan kebebasan untuk berduka, menghafal airmata tak lebih penghargaan yang diberikan hak untuk menentukan kebebasan, menentukan hati ini sesungguhnya hanya sepotong kue yang lezat untuk dijejalkan pada setiap ruang hampa.

Apa arti kesepian?
kesepian suatu saat atau tengah singgah menjadi lingkaran bagi ruh ruh
memabokan
menenggelamkan
menghantam, berteriak-teriak
mengumpat : serta Gong…!!!
kendali berdengung mengulang sayup sayup
hitungan bagi jari-jari masa silam

SAJAK CINTA BUAT WANITA TERKASIH

Wanitaku, wanitaku
betapa aku sedih melihat bulan separuh menapak jalanmu
sinarnya kelabu
warna langit yang kelam kegelapan bintang-bintang
menghapus bayangmu
oleh kesunyian yang sia-sia
kata siapa cinta ini menyakitkan?

(kamu sembunyikan dimana hatiku, tolong kembalikan)
tertegun aku mendengar katamu
yang beterbangan bersama angin

wanitaku, wanitaku
kenapa kita pernah berkata cinta
hingga terlahir anak-anak kasih
tiada akhir tanpa mengenal musim
(dan tiba-tiba engkau meminta kembali hatimu)

wanitaku,wanitaku
kesedihanku hanya bahasa hampa hatimu
karena cinta telah menjadi milik anak- anak
yang sembunyikan dibalik ketakutan

-cinta ini untuk siapa?
ataukah anak-anak telah terlahir dari kejenuhan
oleh cinta yang tiba-tiba datangnya dari langit dan menaburkan benih di rahimmu hingga memberikan kesakitan-kesakitan?

wahai wanitaku sayang,
akulah pesakitan itu
yang memberi aroma dosa berpendar pada warna cinta
hingga gelap
hitam
hilang rupa
pekat
hilang rasa

wanitaku tersayang,
seandainya diberi waktu
aku ingin kembali ke masa dulu
mengembalikan semua kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi
menggali liang kubur kematianku
kita tidak pernah saling bertemu
untuk berencana melahirkan anak-anak bintang

Lomba Puisi Padang – DL 30 September 2011

Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Berhadiah Wisata Sastra ke Malaysia
Kota Padang adalah kota terbesar di pesisir barat Pulau Sumatera. Sejak masa kolonial Hindia-Belanda, Kota Padang telah menjadi pelabuhan utama dalam berbagai produk dagang, khususnya rempah-rempah. Sebagai salah satu kota tua di Indonesia, Padang telah banyak menciptakan sejarah, baik di saat revolusi fisik dalam menghadapi penjajahan Belanda dan Jepang, hingga tragedi demi tragedi gempabumi yang banyak menjatuhkan korban jiwa dan harta benda.
Dalam rangka memberikan apresiasi dan menumbuhkan kecintaan terhadap karya sastra khususnya puisi, Ikatan Alumni SMA Don Bosco Padang menggelar Lomba Cipta Puisi bertema “Kado untuk Kota Padangku Tercinta”.
Tentu Anda pernah singgah atau menetap di Kota Padang bukan? Bila pernah, tuangkanlah segala ingatan Anda dalam bentuk puisi tentang kota yang memiliki Pelabuhan Teluk Bayur dan Legenda Si Malinkundang itu. Siapapun boleh menulis puisi tentang Padang, tidak harus mereka yang tinggal di Kota Padang. Lomba ini bertujuan untuk menyebarkan semangat menulis puisi khususnya kepada siswa dan mahasiswa agar tumbuh kecintaan mereka menulis karangan.
Adapun ketentuan/kriteria Lomba Cipta Puisi ini sebagai berikut:
1. Peserta adalah Warga Negara Indonesia, termasuk yang berdomisili di luar negeri, tidak dibatasi umur (Pelajar, Mahasiswa, Guru, Umum, dll)
2. Naskah harus asli karya sendiri, bukan jiplakan atau terjemahan dan sedang tidak diikutsertakan pada lomba yang bersamaan.
3. Puisi Bertema: Kota Padang (sejarahnya, keindahan alam, potensi ekonomi, kemajemukan masyarakatnya, kuliner, pariwisata, dll)
4. Bentuk puisi bebas, halaman bebas, ditulis/diketik dalam Bahasa Indonesia yang baik sesuai Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
5. Pemenang akan diumumkan pada tanggal 15 Oktober 2011 di Blog http://www.padangdalampuisi.blogspot.com/
Syarat Pengiriman Naskah:
1. Tulisan diketik rapi di kertas HVS A4/kuarto (jumlah halaman bebas)
2. Menuliskan Biodata Peserta (ditulis dalam bentuk narasi) disertai di lembar terakhir puisi
3. Puisi yang diikutsertakan maksimal 2 (dua) judul
4. Puisi sesuai tema
5. Naskah dikirim via email ke panitia: padangkotaku@ymail.com (selambat-lambatnya 30 September 2011)
6. Naskah puisi yang diikutsertakan dalam lomba ini menjadi milik panitia (hak cipta tetap pada penulis) dan ditayangkan di blog http://www.padangdalampuisi.blogspot.com/.
7. LOMBA TANPA DIPUNGUT BIAYA.
DEWAN JURI:
Dewan Juri terdiri dari para sastrawan, budayawan, penyair nasional dan penyair Sumatra Barat.
Keputusan Juri tidak dapat diganggu gugat dan tidak dilakukan surat menyurat.
HADIAH PEMENANG
Juara 1:
Paket Perjalanan Wisata ke Malaysia + Uang tunai Rp1.000.000,- + Piagam Penghargaan + Paket Buku
Juara 2:
Paket Perjalanan Wisata ke Malaysia + Uang tunai Rp750.000,- + Piagam Penghargaan + Paket Buku
Juara 3:
Uang Tunai Rp500.000,- + Piagam Penghargaan + Paket Buku
TUJUH PUISI PILIHAN AKAN MENDAPATKAN PAKET BUKU DARI SPONSOR.
Demikian Pengumuman Lomba Cipta Puisi ini disampaikan, diharapkan kepada semua pihak dapat menyebarkan informasi ini seluas-luasnya dan semoga bermanfaat.
PANITIA PENYELENGGARA
IKATAN ALUMNI SMA DON BOSCO PADANG
Penanggung Jawab:
1. Dadang Gozali (Ketua Harian IADB)
2. Veridiana Somanto (Sekum IADB)
Ketua Panitia:
Sastri Yunizarti Bakry (Wakil Ketua IADB)
Sekretaris Panitia:
Nita Indrawati (Pemred Buletin Rancak IADB)
Diposkan oleh Padang dalam Puisi di 20:10 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz
Link ke posting ini
Label: lombapuisi
Reaksi:
Puisi Amalia Falasifah
AMALIA FALASIFAH, terlahir dari bungsu empat bersaudara berasal dari kota di dataran tinggi Kota Malang, Jawa Timur. Lulusan dari Jurusan Akuntansi Perguruan Tinggi Negeri di Kota Malang, Universitas Brawijaya, Malang. Sekarang tinggal di kota Sidoarjo tepatnya di Perumahan Oma Pesona Buduran Blok F3-no 19 Sidoarjo. Memiliki hobi membaca diantaranya adalah Novel dari beragam pengarang. Mencoba hal baru adalah salah satu tantangan tersendiri baginya.

PAKSI SEBET GALANG KALA

Sahananing dinane runtag ane ngukupang ujan kalawan api
bayune milu runtag
ngudiang kone kiape lantas ngelekas bega
nyujuh pangipian ane sukeh baan alihin
tresna, angene ene ngancan mucuang panganti nganti: tibanan
paksine ngancan joh makeber ngindang di bucun langite
mengkeb di bucun sayong ngenceabng wirama gela
tusing ulian med-wadih, uduh lawatan sane-sinah kalara-lara
rompod sesapine kenjel maangkihan ngepungin kampid abesikan tastas
kenjel ngantiang lan ngenceg di bucun kayune cerik ane kepeh
di selat sebete nu mase ngewarnain abet, mabelatan baan keciwa
malajah ngipi sambilang ngedum keneh di rong petenge ane lenan
: dija tongosne medem?
paksi buka nyancang keneh wiadin nyedsedin iwas
tiwas kenehe
lara ngalungin pengawak atine sane gulem, plaibin angin
aketelan wacana nyabran sangsara nyikutin keneh inguh paling
apan uyang paling ngepungin rasa maboros baan kendel
tusing nyangketang keneh nekedang ring awak adiri
tusing taen neked : nyen buin nampi?
kalaning kala lebuh

TENANG SOBAT

Tenang sobat,
200 juta kupersempahkan utpeti ini
untuk sebuah kursi
hoopla…jadilah aku ketua partai

Tenang sobat
sebuah proyek akan menantimu
kita jadikan negeri ini terminal bisnis

Minggu, 25 September 2011

KASMARANING PAKSI

Paksi punyah puun uluh sunia
buka nyaksiang taru majejer di bucun telagane
langite engketan belus
ulian ambune kabebelan sunaran masunar galang
ane sinah makeber nekepin surya
ulap lan saru
ngilang gremeng

Angin ngisis
nakep keneh rikala ia dengeh nyengenget gelayah-gelayah
nekepin kendel, ngengkebang kenjel
di pangapiane
nganti keles
kampidne buka katih nigtig keneh
pasarean anyar, dadi ulian
newek mangipi
dadi-ke?

Kaborbor kasmaraning, njadsad
galang ulian pangipian tuh maboya-boya
kanistayang

paksi ne kone ala ayu pajalan paksi.......!?
ilang puun kasmaraning
abu sang paksi angen gelu gelu
sadina-dina

UNDANGAN IKUT ANTOLOGI PUISI BERTEMAKAN SOSIAL/ KEMANUSIAAN

UNDANGAN IKUT ANTOLOGI PUISI BERTEMAKAN SOSIAL/ KEMANUSIAAN KOMUNITAS RADJA KETJIL Jakarta mengajak dan mengundang para penyair di mana saja, pria wanita semua golongan/ kalangan dan segala usia untuk ikut bergabung dalam sebuah antologi puisi bertemakan sosial/ kemanusiaan yang direncanakan terbit pada awal tahun 2012. Para penyair dipersilakan mengiirim sebanyak 10 (sepuluh) puisi yang akan diseleksi oleh tim editor yang ditunjuk. Panjang setiap puisi maksimal 50 baris. Para penyair yang karyanya terpilih/ dimuat dalam buku, akan mendapat nomor bukti sebanyak 5 (lima) eksmplar buku. Silakan kirim karya terbaik Anda, ke email: adri.darmadji@yahoo.com, paling lambat sudah harus diterima pada 31 November 2011. Jangan lupa, sertakan juga biodata dan foto terbaru Anda. Salam sastra! Adri Darmadji Woko, B. Priyono Soediono, Dharmadi, Dharnoto, Handrawan Nadesul, Kurniawan Junaedhie, Oei Sien Tjwan, PrijonoTjiptoherijanto & Rahadia Zakaria
Oleh: Kosakatakita Penerbit

CAMAR KECIL

Ditebarnya mega ditantang samudera
kelepaknya telah hilang dari bentangan mati
sayapnya rontok dibelah hujan dan badai
dalam luka kecil dia tantang keganasan laut
jurang gunung dan dipanggangnya
langit lewat pekikan pembelah

Aku terkurung dalam bayangan sayapnya yang digariskan
dalam matahari dan waktu
sementara bagian waktu adalah kesendirian arah matahari
kian angkuh dalam jadwal yang digariskan
aku dipaksa oleh keinginan basi
kian mengalir rasa
sebab pikirku
tanpa sempat tantang mega dari bentangan samudera
seperti sayap luka milik camar kecil
denpasar, 1985

Penghargaan Sastra ‘KSI Awards’ 2011

Bulan Desember 2011 Komunitas Sastra Indonesia (KSI) berusia 15 tahun. Untuk memaknai usia yang sudah cukup dewasa itu, kami akan memberikan KSI Awards kepada penyair yang puisinya dinilai terbaik oleh sebuah Tim Juri. Penghargaan -- berupa uang tunai dan piagam penghargaan -- tersebut akan diserahkan pada malam pembukaan Kongres KSI yang akan diadakan di Jakarta pada bulan Januari 2012.

Syarat-syarat bagi calon peraih KSI Awards adalah sbb.
1. Terbuka bagi semua penyair yang aktif atau pernah aktif di suatu komunitas sastra di Indonesia dan luar negeri, tanpa dibatasi usia dan tempat tinggal.
2. Mengirimkan 5 puisi terbaru (ciptaan tahun 2010-2011) yang belum pernah dipublikasikan dan belum pernah dibukukan.
3. Tema puisi bebas, diutamakan yang bernuansa lokal, atau kesan puitik tentang situasi kota tempat tinggal penyair.
4. Naskah puisi, disertai biografi singkat dengan menyebutkan komunitas sastra yang pernah diikuti, dan foto diri, dikirimkan melalui email ke ksastraindonesia@yahoo.co.id, CC ke shobir_ksi@yahoo.co.id, bwdwidi@yahoo.com, dan ahmadun.yeha@gmail.com.
5. Naskah harus sudah sampai ke email tersebut di atas (Panitia) paling lambat 30 Oktober 2011 pukul 12.00 WIB.
6. Dewan Juri akan memilih satu puisi “Juara Utama” yang berhak menerima KSI Awards 2011, empat “Puisi Unggulan” penerima penghargaan “Karya Terpuji”, serta 95 puisi pilihan untuk dibukukan bersama karya-karya para “Penyair Tamu” yang dipilih oleh Panitia Kongres.
7. Para pemenang akan diundang ke Jakarta untuk menerima Penghargaan yang akan diserahkan pada malam pembukaan Kongres KSI 2012, di Jakarta, pada bulan Januari 2012.

Selamat berkarya terbaik untuk meraih KSI Awards 2012.

Jakarta, 17 September 2011
PANITIA KSI AWARD 2011

Vertigo – sebuah artikel tentang..

Dalam berbagai pembahasan, vertigo diterangkan dengan batasan yang berbeda-beda.
Namun, umumnya vertigo dijelaskan sebagai adanya ketidakseimbangan atau gangguan keseimbangan. Vertigo berasal dari bahasa Yunani yang berarti memutar. Rasa sakit pada vertigo juga berputar-putar atau yang sering disebut dengan pusing tujuh keliling.
Vertigo kadang disertai rasa terhuyung seakan mau jatuh dan dengan bunyi berdengung pada telinga. Namun, vertigo dapat muncul akibat gangguan mata atau leher. Ukuran lensa, misalnya, antara mata kiri dan kanan berbeda jauh, atau terjadi gangguan pada sumbu mata sehingga menyebabkan penglihatan menjadi rangkap dan kabur.
Pada dasarnya vertigo adalah gangguan keseimbangan pada susunan saraf yang penyebabnya secara pasti kurang dapat dipastikan. Berbagai penyakit di bagian tubuh lain maupun di sekitar otak juga menimbulkan vertigo. Rasa sakit vertigo kadang dibarengi dengan mual, pucat, keringat dingin, muntah, perubahan denyut nadi, tekanan darah, dan diare.
Vertigo merupakan gejala suatu penyakit. Sederet penyebab dapat disebutkan antara lain adanya benturan akibat kecelakaan, stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu sedikit atau terlalu banyak aliran darah ke otak, dll. Vertigo juga berdampak rasa terhuyung jika berdiri di ketinggian atau bingung berada di tempat yang ramai dan asing.
Terhuyung atau sempoyongan biasanya dihubungkan dengan gangguan pada sistem keseimbangan. Gangguan keseimbangan ini beragam sehingga penderita sulit mengemukakan keluhannya secara rinci dan tepat.
Gangguan keseimbangan pada vertigo ada yang muncul saat berbaring pada posisi tertentu, saat tengadah, atau perpindahan gerak dari posisi satu ke posisi yang lain. Setelah mengalami selama beberapa hari, terhuyung dapat mereda. Namun, kadang penderita masih diganggu oleh rasa tidak stabil seperti berada di atas kapal yang diombang-ambingkan ombak.
Vertigo dapat muncul setiap kali berada di keramaian atau saat berada di tengah lapangan luas yang kurang penerangan. Vertigo juga banyak dialami oleh para penyelam yang belum berpengalaman. Mereka umumnya kehilangan orientasi sehingga merasa cemas bercampur bingung.
Seorang dokter ahli syarat menyatakan penyebab vertigo terbanyak adalah ganggunan pada leher. Gangguan leher ini ditimbulkan adanya pengapuran pada tulang leher yang menyebabkan vertigo. Tulang leher sebagai penyangga kepala ketika mengalami gangguan menyebabkan rasa terhuyung atau sempoyongan.
Gangguan leher terjadi umumnya akibat pola hidup atau pola kerja tidak seimbang. Stres atau tekanan akibat pola kerja tak seimbang ini memungkinkan tidak adanya kesempatan berolahraga maupun relaksasi. Pekerjaan mengetik dengan posisi layar monitor komputer terlalu tinggi pun bisa menyebabkan vertigo –sebagai akibat ketegangan pada leher. Apalagi jika kebiasaan ini dilakukan selama bertahun-tahun.
Vertigo karena gangguan leher, selain diatasi dengan obat, juga dengan fisioterapi berupa latihan relaksasi untuk daerah leher. Jika perlu dilakukan traksi atau otot-otot yang kaku ditarik agar ruas yang menyempit bisa dipulihkan.
Vertigo dapat dihubungkan dengan gejala stroke. Selain akibat cedera pada kepala bagian belakang, vertigo bisa terjadi karena suplai darah ke otak berkurang atau tidak lancar. Apabila aliran darah ke otak kecil kurang maka seseorang akan mengalami vertigo, Jika tidak segera ditindaklanjuti bisa menimbulkan stroke.
Vertigo bukan akibat benturan disusul dengan gangguan wicara, misalnya mulai sulit menyebutkan apa yang dimaksud, patut dicurigai sebagai awal dari serangan stroke. Pada kondisi ini, perlu segera dilakukan perawatan. Apalagi bila gejala itu disertai hipertensi dan kadar kolesterol tinggi.
Untuk mengatasai vertigo ini pemeriksaan MRI (magnetic resonance imaging) dapat dimanfaatkan untuk mengungkap apakah mengalami gangguan pada pembuluh darah otak. Memang, dengan obat pelancar aliran darah gangguan akan segera teratasi sambil terus dipantau apakah gangguan masih kambuh.
Vertigo paling berat jika disebabkan adanya tumor pada otak kecil atau dekat organ telinga. Vertigo yang dirasakan sesuai dengan pertumbuhan tumor. Semakin besar tumor semakin berat rasa sakitnya. Adakalanya diikuti dengan gejala telinga mendengung. Sebagai upaya penanggulangan satu-satunya cara operasi dan penyinaran untuk menyingkirkan tumor.
Namun, adakalanya vertigo hanya disebabkan oleh stres. Meski penderita mengalami gejala kepala berputar tujuh keliling dan bahkan sampai muntah-muntah, namun begitu stres dapat ditanggulangi vertigo pun menghilang. Vertigo pada umumnya bukan gangguan kesehatan serius. Akan tetapi semakin dini penanganannya vertigo akan semakin cepat dapat diatasi. (berbagai sumber)

Sabtu, 24 September 2011

BUBARKAN DPR

Waktu itu : Pk.12.00 panas terik di RSJ Selagalas

Seorang anak muda berteriak teriak di sepanjang lintas jalan rumah sakit jiwa Selagalas
“Bubarkan DPR….Bubarkan DPR….wakil rakyat penipu…wakil rakyat penilep”
Orang-orang kaget dan menjauh, takut kena getah suara-suara gila itu
Gilakah anak muda itu?
Ya, dia gila karena teriak-teriak ngawur di depan rumah sakit jiwa
Dia katakan berulang –ulang:
“Betapa malu rasa sebagai wakil rakyat berjas mewah,mobil mewah,omongan serba wah ternyata hasil kerja dari menilep. Hai pejabat kotor kenapa tidak kau tanggalkan bajumu itu dan bergabung bersama kami semata-mata sebagai rakyat biasa, akan lebih terhormat korupsi dengan baju rakyat yang bodoh, ketimbang sekolah tinggi,pinter-pinter dan berdasi bagus kerjanya hanya menilep dan mengkhianati hati rakyat. Kau pejabat culas! Penipu tengik dan berhati musang!”
Orang-orang menjauh sedikit membuka kuping dan berujar: Oh, masuk akal juga ucapannya.
Dan anak muda itu kembali berteriak lantang serta merta nyeroscos hingga air liurnya muncrat-muncrat membasahi aspal jalanan terbakar terik matahari:
“ Ternyata kau sekolah tinggi-tinggi ketika jadi pejabat tak ubah selaku menusia bodoh dan tolol. Perasaan di kampus engkau tidak diajarkan membuat stempel palsu haiii, ternyata setelah memangku jabatan engkau malah terlatih dalam hal-hal begini dan mahir bermain angka-angka fiktif serta bermain petak umpet dalam proposal penuh sandiwara. Hahaha…”
Dan ketika anak muda itu sampai pada teriakan “Bubarkan DPR” yang dianggap mengganggu ketentraman dan ketertiban umum, maka tangannya ditelikung aparat dan dimasukan ke sel dengan tuduhan: “manusia yang dianggap sangat berbahaya” dan diberi pil psikotropika dosis tinggi. Melebihi dosis pasien rawat inap di RSJ Selagalas.
Tubuh berkelojot mata mendelik, tak lama kemudian : lemas



Perempung, sept’10

JALAN KODRAT

Tubuhku, kuingin tubuh cemburu
Yang bukan hanya haus namun nyaman merasakan sinar
kegaibanMu
kucemburu tubuhmu tak rasakan haus bak dahagaku kenyal memaki-maki hidup tak kental
dalam silih kecemasan berganti seperti demikianlah lebih kurang jalan hidup
terlanjur memuja kodrat atas nama nasib
jangan katakan tak jelas
membuat kita terkotak-kotak dalam sirik aliri darah
menggenang dalam tubuh hampa yang sesungguhnya masih sempat mengabaikan
apa dahaga yang diberi Tuhanku untuk melafal rasa
tubuhku, kuingin bukan tubuh cemburu
seperti punyamu

labuapi 25 sept’11

AKU BUKAN PELACUR (2)

Perlahan bapak itu mendekat dan kembali memeluknya. Tidak ada alasan untuk menolak. Tidak ada alasan untuk mengelak. Janji lelaki itu tentang sebuah pekerjaan membuat hatinya luruh. Semudah meluruhkan keyakinan akan sosok wanita mandiri. Karena pak Wijaya menjanjikan sebuah pekerjaan di hotelnya. Tidak tanggung-tanggung, langsung menjabat sebagai seorang menejer. Wina percaya, karena ia mengetahui betul sosok lelaki itu merupakan salah seorang yang sangat berpengaruh di daerah ini.
“Jangan percaya iming-iming tentang sesuatu yang menjanjikan dari laki-laki yang belum jelas kamu ketahui karakternya. Itu pasti ada maunya”
Wina tidak menyahut, karena kata-kata itu tak pernah keluar dari mulut orang tuanya. Kata-kata berupa nasihat seperti itu tak akan pernah ia dengar dari kakak-kakaknya. Karena dia tidak memiliki kakak. Kakak dalam artian yang sebenarnya. Kendati ia memiliki seorang atau dua orang kakak, maka mereka semua lebih memikirkan dirinya sendiri. Mereka lebih memikirkan kehidupannnya sendiri. Mereka menganggap bahwa kehidupannya tidak sama dengan kehidupan Wina, sebaliknya Wina jadi terbentuk pola berpikir bahwa kehidupannya juga tidak merupakan bagian dari kehidupan kakak-kakaknya. Kehidupan Wina adalah sepenuhnya tanggung jawab Wina sendiri. Karena itu yang dibentuk dari ayahnya yang membuat dia jadi pribadi yang mandiri. Dan kalaupun Wina rindu seorang kakak laki-laki, pastilah hanya kerinduan semata-mata. Karena kalau dia memiliki kakak laki-laki, maka ada sandaran hatinya yang akan menjaga hidupnya sampai kelak Wina bisa menemukan sandaran hati sendiri untuk kehidupannya. Namun kehidupan apakah yang sedang Wina lalui?
Tidak tahu!
Sampai ia dipertemukan seseorang seusia ayahnya dalam sebuah organisasi.
Pak Wijaya ini orangnya sangat sibuk, namun dialah satu-satunya pejabat yang menyempatkan diri membina organisasi FKPPI. Seorang pejabat dengan pribadi menyenangkan namun beliau orangnya sulit ditemui dan termasuk orang penting di kota ini. Jarang bisa bicara..............(bersambung)

MATA HATIMU

Makna cinta yang dalam hanyalah
Belati menghunus yang senantiasa berjaga
Menghujam hulu kekecewaan
Pada setiap hati yang mendalami
Demikianlah matamu tidak sebagai mata yang membius kemauan
Sampai di lekukan jiwa, merahim dalam kalbu
Kupetik kilaumu sekilas lewat mata memandang
Tanpa harus mencuri: ambillah, itu katamu
Namun tahukah arti kecemasan manakala memperoleh sesuatu
Yang demikian mudah teraih
Tidak!
Kekecewaan sangat demikian berharga ketika tak kutahu hatimu
Belati yang tajam entah berkarat sewaktu-waktu menambah luka baru
Mata hatimu
Kilau sinar tajam yang sewaktu waktu menghujam
Kata hatimu
Sesuatu yang membayang samar

labuapi, 25 sept'11

Jumat, 23 September 2011

NOVELET AKU BUKAN PELACUR (1)

Satu


Wina tertegun menatap pak Wijaya. Lelaki klimis, demikian rapi penampilannya. Usia lelaki itu hampir sebaya ayahnya. Usia yang seharusnya dipanggil ayah. Walaupun pak Wijaya bukan ayahnya, jarak usia dengannya terpaut jauh untuk sebuah asmara. Wina bukan anaknya, namun lelaki itu akan menganggapnya anak. Dan lelaki itu berulang kali memberikan kesan hormat yang berlebihan. Kesan hormat yang bermuara pada cinta. Kesan hormat yang selalu membuat dirinya menjadi sosok wanita yang sangat berarti di matanya. Sosok wanita yang menganggap Wina benar-benar sebagai seorang gadis dewasa. Bukan gadis remaja yang kekanak-kanakan, kendati Wina tidak merasa dewasa karena kesan yang diberikan. Barangkali juga karena postur tubuh Wina lebih menyerupai penampilan seorang wanita dewasa dibandingkan usia dan tingkah lakunya yang tidak menyembunyikan kekanak-kanakan. Ataupun penampilannya menutupi usia sebenarnya. Penampilan memang mampu merubah segalanya. Mampu menyulap usia yang sesungguhnya. Berapa usia Wina?
“20 tahun pak”
“kamu pantas jadi anakku, Win”
“Iya, pak” Wina mengangguk.
Di usianya yang 20 tahun dia mulai mengenal laki-laki dewasa, laki-laki matang dalam arti yang sesungguhnya. Lelaki yang pada akhirnya membuat matang belum waktunya, walau di usia sebaya teman-temannya yang sudah rata-rata matang semua. Itu sih dari cerita dan pengalaman mereka. Dari pengakuan-pengakuan mereka setiap pulang dari menikmati dunia malam, diskotik. Tapi Wina tidak seperti mereka. Sebab Wina bukan mereka.

SAJAK CINTA BUAT ONEY

Oney, matamu sipit ndak terbayang lahir di jepang
kalau aku ngapel ke rumahmu kamu pasti takut ketawa
dengan mata menyempit sepertinya aku tertelan matamu
tapi Oney, sesungguhnya matamu itu indah
jarang orang punya alis sebagus itu yang membuat air tidak mudah menyentuh bola matamu
Oney, kalau musim hujan kita jalan bareng
aku tidak ketakutan karena bolamatakupun bisa kutitip bersamamu
dan tidak menjadi basah karenanya
alismu bak payung yang mampu melindungi tubuh kita
Oney, kalau suatu saat aku diberi kepercayaan dari rahimmu,
tentu anak kita tidak akan kuyup selamanya
karena kasihmu senantiasa membuat dunia ini gembur subur penuh vitamin
dan bisa kita titipkan bola mata pada anak-anak kelak

* dari antologi sajak cinta buat Oney

BONEKA BERDARAH

Kampung itu tiba-tiba berubah menjadi riuh. Jalan-jalan mulai diblokir. Setiap wajah asing yang memasuki kawasan itu wajib ditanya. Interogasi dengan cara pemeriksaan KTP. Beberapa pendatang yang tak dikenal berlaku sebagai makelar sudah tidak terlihat batang hidungnya. Entah kabur kemana setelah kebingungan mendengar kabar adanya sweeping dari aparat keamanan.
Rani tidak peduli melihat amaqnya yang sedari tadi sibuk kesana-kemari memegang linggis. Dia melihat teman-teman bapaknya, saudara-saudara bapaknya di kampung, nampak hilir mudik dengan wajah memendam kemarahan. Ada yang membawa parang, pisau, keris, celurit dan macam-macam senjata tajam. Keris papuq Nirwan yang baru kali ini keluar dari sarangnya nampak menghunus. Konon keris pusaka peninggalan leluhurnya itu memberi pratanda akan terjadi sesuatu ketika terhunus keluar dari kamarnya yang pengap. Luk tubuh keris itu berkilau terpantul cahaya matahari yang sengat menerpa suasana kampung yang berubah jadi ramai..
Rani dasar namanya anak kecil tidak mempedulikan apa yang akan dilakukan amaqnya. Dia demikian asyik dengan boneka mainannya sambil mendendangkan lagu yang baru ini diajarkan kakaknya Intan. ” hatiku gembira riang tak terkira mendengar berita kabar yang bahagia....... ayahku kan tiba....datang dari India....membawa boneka...yang cantik jelita...oh...sayang...” demikian berulang-ulang Rani senandungkan dengan lafal ”R” yang tak jelas. Hanya lagu itu saja dia ketahui.
”Hush, anak kecil masuk rumah sana..!!”
“Ada apa amaq.....ada apa? Apa yang terjadi? Ada apa inaq?” Intan pada seseorang yang dilihat tengah memegang sesuatu benda tajam mencoba bertanya. Di kampung ini siapapun memanggil amaq untuk sebutan seorang ayah. Dan sebutan inaq untuk para ibu-ibunya, itu sudah merupakan bahasa panggilan sehari-hari di kampung. Intan beserta anak-anak yang lain berlari-lari kecil memasuki halaman rumah belakang. Di beranda depan dilihat adiknya Rani masih dengan keasyikannya menggendong boneka sambil mengayunkan tangan ke arah kanan dan kiri secara beraturan. Ditarik tangan adiknya dengan setengah memaksa.
Boneka itu dia peroleh secara diam-diam ketika mengantarkan inaqnya rebonding pada sebuah salon kecantikan di kota. Sejak suaminya berhasil memburu emas sebagai seorang penambang di sebuah bukit, inaq Nirwan mulai berubah gaya hidupnya. Sekarang sudah berhenti jualan sayur di pasar. Rumahnya perlahan mulai berubah. Perabotan yang mahal-mahal mulai menghiasi rumahnya. Setiap 2 minggu sekali bersama teman-teman sekampung ramai-ramai pergi ke kota. Jarak tempuh dua setengah jam dari desa benar-benar mereka manfaatkan. Mereka mengunjungi supermarket, membeli apa yang menjadi keinginannya, datang ke mall jalan-jalan melihat keramaian sambil membawa pulang kulkas, TV baru dan perlatan memasak yang semuanya berbau elektronik. Membeli HP baru, mereka mendatangi showroom mobil dan menawar kendaraan terbaru yang ada disana. Inaq Nirwan mulai berubah wajahnya setelah melihat teman-teman sekampung sempat turun gunung. Inaq Nirwan tidak mau ketinggalan. Dia ingin seperti teman-temannya yang lain.
”Berapa?”
”tujuh ratus ribu rupiah. Rambut mbaknya panjang dan tebal, pemakaian bahannya cukup banyak.” kata petugas salon kecantikan.
Inaq Nirwan mengeluarkan tujuh lembar uang ratusan ribu dari lipatan kerengnya yang dikenakan. Lalu dengan sangat santainya menyerahkan uang itu. Ada senyum menghias wajahnya. Rambutnya hitam lurus. Persis seperti seorang artis sinetron, demkian teman-temannya mengomentari penampilannya. Ucapan dengan kata-kata ”mbak” dari petugas itu lebih-lebih menyungging senyumnya lagi. Dia merasa 10 tahun lebih muda dari usia sebenarnya. Tumben ada yang memanggil demikian. Di kampungnya kata-kata itu terlalu janggal didengar. Bahkan tak ada yang tahu artinya. Selentingan memang pernah didengar kata-kata itu dari beberapa pendatang dari luar kampung yang turut menambang disana. Dan sekarang kata-kata itu dia dengar langsung di kota. Ditujukan untuk dirinya. Betapa menyenangkan. Sungguh merasa tersanjung karenanya.
Anaknya Rani bersama anak-anak lain dan teman-temannya duduk di ruang tunggu salon menunggu giliran. Ada yang minta creambath, ada yang menunggu giliran di masker yang sebelumnya sudah sempat datang rebonding. Rani tengah asyik memainkan boneka yang ada di sofa. Tangan mungilnya sesekali memain-mainkan mata boneka itu, menarik-narik telinganya, terkadang mengelus-elus kepalanya. Lucu sekali. Sangat menggemaskan!
”Boneka panda ini pemberian salah seorang pelanggan, karena anak satu-atunya telah meninggal maka dia titipkan disini. Entah sengaja dibiarkan atau ketinggalan. Boneka ini mengingatkan pada mendiang anaknya. Mungkin lebih baik ditaruh disini daripada dibuang,” kata pemilik salon kecantikan itu dengan ramah. Keramahan yang sesuai dengan penampilan wajahnya yang cantik.
”Ih, bagusnya,” Rani cekikikan geli sambil mengibas-ngibaskan mulut boneka itu di perutnya.
”Boneka ini memang sesuai di tempatkan di ujung meja dekat sofa ruang tunggu. Perpaduan yang pas dengan suasana ruangan. Sejak ada boneka itu usaha kami semakin meningkat. Entah, kadang kami tidak percaya itu. Pengunjung disamping puas dengan layanan kami, sepertinya pada rela antre menunggu. Ini benar-benar sebuah mukjizat. Boneka ini seperti memiliki kekuatan gaib.” bagaikan air yang mengalir begitu saja pemilik salon itu nyeroscos bicara. Inaq Nirwan hanya manggut-manggut saja sambil memperhatikan beberapa temannya yang lagi dipermak rambutnya oleh karyawan disana.
“Hanya saja ada ketakutan sering datang menghantui. Setiap malam kecemasan itu selalu menghantui hidup saya tentang boneka ini....” suaranya hampir tak terdengar, sepertinya ditujukan pada dirinya sendiri.
”Apa itu?” Inaq Nirwan seolah mendengar ucapan wanita itu. Rasa ingin tahu yang besar sengaja disembunyikan di balik matanya..
Wanita ramah itu terdiam. Inaq Nirwan menatap seperti tidak ingin mengetahui. Seolah tidak menginginkan wanita itu melanjutkan ceritanya.
“Entah apa hubungan kematian anak itu dengan boneka ini.....” seraya mendesah wanita itu penuh dengan tanda tanya seperti tidak ingin didengar suaranya. Inaq Nirwan hanya menatap bengong, kebengongan orang desa yang lugu. Antara mengerti atau tidak.
Sepulang dari kota, masing-masing dengan wajah riang gembira para inaq-inaq membeberkan barang-barang belanjaan dari supermarket serta menunjukkan rambutnya yang bagus pada suami mereka. Menanti hujan pujian. Memamerkan rambutnya pada para tetangga, inaq-inaq bahkan gadis-gadis di kampung yang belum sempat turun ke kota. Mereka pada teriak histeris saking gembira dengan suara-suara yang sangat memekakkan telinga. Luapan kegembiraan khas wajah desa.
”Eh, dimana dapat boneka itu? ” amaq Nirwan tiba-tiba mengalihkan pandangan menatap Rani yang tengah menggendong boneka dengan wajah suka-ria. Istrinya menoleh dan terperanjat.
”Kenapa kamu bawa boneka itu?” Inaq Nirwan berteriak kaget baru menyadari apa yang ada dalam genggaman Rani. Suaranya keras memenuhi ruangan. Terdengar bagai petir di telinga suaminya. Rani menggeleng-geleng dan mendekap erat-erat boneka itu. Seperti tidak menginginkan boneka itu lepas dari pelukannya. Amaq Nirwan menatap anaknya dengan tatapan bingung. Kemudian beralih menatap istrinya dengan tatapan aneh. Penuh tanda tanya.
Inaq Nirwan akhirnya menceritakan semua yang didengar mengenai boneka itu dari pemilik salon kecantikan yang ramai-ramai barusan mereka datangi. Menceritakan tentang kematian anak itu. Menceritakan kegaiban boneka itu.
”Ah, aku tidak percaya cerita itu,” suaminya tertawa sambil menekuk dahinya dengan gerakan mengejek dan melanjutkan dengan kata-kata: ” Nanti bayar saja boneka itu. Aku kan banyak uang”
” Ini bukan soal uang. Tapi bagaimana dengan cerita itu?” Inaq Nirwan mulai cemas.
“Itu takhyul!” suaminya menandaskan dengan suara keras. Tidak mampu dibengkokkan lagi kemauannya. Sama seperti kemauan anaknya.
Malam itu inaq Nirwan bermimpi tentang boneka gaib. Boneka yang digenggam Rani. Di halaman belakang dilihat anaknya dengan wajah gembira menyanyikan sebuah lagu sambil menggendong boneka. Inaq Nirwan begitu bahagia menularkan luapan kegembiraan anaknya Sampai ikut serta mendendang mengikuti nyanyian anaknya.:”....hatiku gembira....riang tak terkira....”. Nampak Rani berloncat-loncatan mengelilingi halaman rumput. Inaq Nirwan menatap boneka itu. Terus menatap dan astaga! Dia menjadi kaget. Ada warna merah darah mengalir dari lipatan wajah boneka itu. Sepasang mata itu mengeluarkan darah. Boneka itu menangis. Dia berusaha mendekat, makin mendekat. Inaq Nirwan berteriak keras. Boneka itu benar-benar menangis. Darah mengalir keluar dari kelopak mata itu, meleleh dari pipi turun menetes jatuh ke tanah. Dia tidak percaya dengan penglihatannya. Dia gosok-gosok matanya untuk meyakinkan. Tetap seperti semula, tidak ada yang berubah. Darah tetap mengalir dari kelopak mata boneka itu. Tanah itu berubah jadi merah warna darah Inaq Nirwan berteriak berusaha merebut boneka itu dari tangan anaknya. Namun tangannya terasa sakit seperti ada yang memukul. Dia kaget dan terbangun.
”Kamu mimpi apa?” Suaminya menegur. Inaq Nirwan mengusap-usap mata. Tubuhnya berkeringat. Teringat mimpi itu bergegas dia berlari menuju kamar anaknya. Kosong. Matanya mencari-cari dengan perasaan was-was. Sayup-sayup terdengar senandung anak kecil di beranda depan. Inaq Nirwan merasa lega. Dilihat Rani tengah bercengkrama dengan teman sebayanya sambil tetap menggendong boneka kesayangannya. Inaq Nirwan mengurut dada lega. Tidak terjadi apa-apa dengan anaknya. Sekali lagi diamati anaknya. Masih seperti semula, Rani sibuk dengan boneka kesayangannya. Seolah-olah menjadi seorang ibu dari benda mainannya itu.
-------------------
“Arak musibah....arak musibah.....!!!” Di kejauhan terdengar suara-suara para penambang.
”Sai.......? Sai.......?”
”Amaq pangus, lik Ampah, kance papuq Bengul........” suara-suara warga kian santer terdengar. Satu nama lagi disebut namun tak jelas terdengar. Entah siapa dimaksud. Tergopoh-gopoh warga kampung pada berhamburan keluar.
“Sai malik?”
“Seorang meninggal, tiga lainnya luka parah.”
”Ditembak petugas!” sahut seseorang.
”Bukan....!!” yang lain menjawab.
” Iya, tadi para petugas datang ke tempat penambangan dan terdengar suara tembakan...”
“Bukan! Tertimbun longsoran di lubang tambang.” Yang lain menyela merasa mengetahui kejadian yang sebenarnya. Beberapa warga kampung yang hanya mendengar kata-kata ”tembakan” dan ”petugas” spontan menyerbu para aparat. Mobil dalmas pol PP yang sedang parkir mereka hancurkan. Beberapa petugas yang lagi berada di kantor camat kaget dan terjebak lautan massa yang mengamuk. Jalanan diblokir semua. Tidak setuju tempat penambangan emas sebagai mata pencaharian mereka di tutup pemerintah. Terdengar berkali-kali suara tembakan peringatan dari aparat kepolisian. Beberapa warga kabur. Menjelang maghrib suasana sudah mulai dapat ditenangkan.
Sementara inaq Nirwan dari tadi celingukan kesana-kemari. Sampai sore ini suaminya tidak ada di rumah. Sejak dari keributan itu berlangsung. Hanya papuqnya anak-anak saja dengan bau badannya yang khas nampak memasuki halaman rumah sambil menyelipkan keris pusaka di pinggang yang sejak tadi terhunus.
”Bapaknya Rani dimana, puq?” Inaq Nirwan bertanya pada mertuanya.
Papuqnya hanya menggeleng.
Inaq Nirwan lari keluar menuju lokasi bukit. Beberapa orang berlarian berlawanan arah dengannya menunjuk jari tangan ke arah bukit tanpa bicara apa-apa. Napasnya tersengal-sengal.
”Nirwan?” dia menegaskan sambil bergegas mendaki bukit. Di deretan tenda-tenda yang sesungguhnya sudah mulai ditinggalkan para penambang terlihat kerumunan orang-orang. Inaq Nirwan terbelalak kaget. Matanya seolah tidak percaya melihat tubuh di depannya. Pandangannya mulai kabur. Matanya berkaca-kaca, serta merta menangis sejadi-jadinya. Kakinya dihentak-hentakan. Sepasang tangannya mengacak-acak rambutnya. Rambut yang baru seumur jagung di rebonding nampak patah-patah. Satu persatu berjatuhan. Tubuh suaminya terbujur kaku dengan kepala pecah mengeluarkan darah. Darah segar masih mengalir di beberapa tangan rekan-rekannya yang menggotong jenazahnya menuruni bukit. Darah segar menetes satu satu membasahi tanah bebukitan.
”Amaaaaaaaaaaaq....!!!!” Intan berteriak histeris begitu melihat tubuh bapaknya sudah kaku berlumuran darah..
Di beranda depan Rani kecil masih asyik mendendang dengan lafal ”R” tak jelas sambil menggendong boneka kesayangannya. Tidak mengetahui apa sesungguhnya yang sedang terjadi.





Catatan:
Amaq = bapak
Inaq = Ibu
Papuq = kakek
Kereng= kain,kamben
Kance= dengan
Arak = ada
Sai = siapa
Sai malek= siapa lagi

Cerpen Indonesia Dinilai Tidak Miliki Identitas

Cerita pendek di Indonesia saat ini dinilai tidak memiliki identitas yang jelas, karena orientasi penulis dalam menuangkan karyanya tidak ekspresif lagi.
Pengamat sastra dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Dr Tengsoe Tjahjono mengemukakan hal itu dalam diskusi sastra bertajuk `Perkembangan Cerita Pendek Indonesia` di kampus setempat, Jumat.
“Awalnya, cerpen Indonesia lebih banyak berupa sastra buku,” katanya dalam diskusi yang diselenggarakan Dewan Kesenian Surabaya (DKS) bersama “Sirikit School of Writing” itu.
Menurut dia, cerpenis di masa itu menuliskan karyanya tidak bertolak dari siapa pembaca dan siapa redaksi, namun lebih banyak ditentukan oleh ekspresi diri.
Di sela diskusi yang juga menampilkan Mashuri (sastrawan) dan dipandu Riadi Ngasiran (esais) tersebut juga diluncurkan buku cerpen yang ditulis alumni Unesa berjudul “Ndoro, Saya Ingin Bicara”, dengan editor M Khoiri.
Di antara cerpen tersebut memuat sejumlah karya alumninya, antara lain Sirikit Syah, Yuli Setiyo Budi, Rukin Firda, dan sebagainya.
Tengsoe yang juga dikenal sebagai penyair itu mengatakan Balai Pustaka memiliki nota Rinkers yang berisi syarat-syarat penerbitan karya, namun nota itu hanya berisi syarat teknis, yakni bahasa.
“Dengan begitu, cerpenis memiliki ruang ekspresi yang lebih terbuka dan longgar, baik dalam menggarap tema maupun mengolah bahasa. Kesederhanaan dan kesahajaan tema dan bentuk ucap justru menunjukkan karakter pengucapan yang khas,” katanya.
Ia menjelaskan buku kumpulan cerpen yang banyak terbit dewasa ini umumnya menerbitkan cerpen yang pernah diterbitkan media massa, baik koran maupun majalah.
“Artinya, walau sudah berupa buku, substansinya masih merupakan sastra koran,” kata dalam diskusi yang dihadiri sejumlah sastrawan, seperti Akhudiat, Sabrot D Malioboro, Zoya Herawati, M Shoim Anwar, R Giryadi, Tjahjono Widarmanto, dan Widodo Basuki.
Tengsoe mengaku tidak tahu, apakah sastra koran itu wujud kemajuan atau kemunduran dibandingkan dengan sastra buku.
“Kalau berbicara konteks kemerdekaan sastrawan dalam berekspresi, saya memang merindukan lahirnya buku kumpulan cerpen yang murni dari usaha cerpenis menampilkan eksistensi kemurnian karya dan bukan ditentukan hegemoni media massa,” katanya.
Terkait cerpenis yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Alumni Unesa itu, ia berpendapat cerpen yang lahir dari kalangan akademisi seharusnya bisa bebas dari kungkungan politik media, tidak tidak terjebak pada arus mainstream koran/majalah.
“Tapi kuatnya kuasa-media membuat kumpulan cerpen Alumni Unesa tidak menampakkan bentuk ucap yang unik dan berkarakter, baik dari segi pemilihan tema dan pemakaian bahasa,” katanya.
Ia memberi contoh cerpen yang ditulis Sirikit Syah. “Suatu Hari di Finlandia” merupakan cerpen yang ditulis dengan gaya jurnalistik yang apik. Sirikit hadir sebagai reporter yang piawai melukiskan deskripsi alam dan sosio-budaya di Finlandia.
Ketika para ahli mengatakan dalam cerpen harus ada konflik, Sirikit membuktikan bahwa tanpa konflik pun nilai-nilai kemanusiaan bisa dihadirkan.
“Nah, hal-hal begini bisa muncul bila pengarang sungguh memiliki sensasi dan refleksi yang saling bertaut saat bertemu dengan fenomena dan peristiwa. Sirikit tidak terjebak pada mainstream umum yang berlaku,” katanya.
Dalam diskusi itu, sasatrawan Mashuri yang merupakan penulis novel “Hubbu” (terbitan Gramedia, 2008) menyoroti perkembangan cerpen di Indonesia.
“Persoalan identitas dalam kancah multukulturisme memang menjadi sebuah kajian yang digandrungi saat ini seiring dengan semangat posmo. Apalagi arah studi sastra semakin membudaya, alias arahnya semakin menjadi kajian budaya,” katanya.(*)
Sumber: ANTARA

KABINĔT NGEJENGIT (1)

Tuah ja gumi kalawan benyah ulian layah tan patulang
ngetohin gaē tidong beneh ngencanin keneh timpal
mabuaka saru gremeng ngrēpē gelah timpal
ngenjek ajahan dharma pragat mapisuna
ngigelang layah misi nyangut, nyatua boya-boya
buka dangap-dangap mekilat di punyan canging nekepin corah jelē
lantas nuding timpal misi ngejengit kendel
lebian nguluk cara cicing kasanga ngrebēda : kēnē konē guminē!
Pēh!
lantas suriak suriak : kēnkēn tiwas di guminē rahayu,
lan dueg ngencanin braya, onyangan orange belog
belog nyaru-nyaru dueg nungkasin beneh madingang pelih
pelih ulian beneh lan benehē dadi pelih
mih, cai sengkuni bongol paling ririh pisan nyatua mapi-mapi, nguyak laku kala-kalaning lebuh
sing ada nak bani! Kēto ia masaut ngitukang layah
nadak mupulin aplikasi ngungkabang ‘angka kemiskinan’, kanista-nista lan belog
makejang nyujuh menēk ngungkulin limanē berung
setata ngaē ewug, bungutnē buncul
gidatnē ngancan sanglir me-tata

lan sengkuni bincuh kema-mai ngēkēh rejeki
keten- keten ngerajah guminē pacang uyutang dadi gelah isin kenehnē
Sengkuni ibuk gati nyusun ‘kursi anyar’ ngenemin proyēk memata pipis
maboya kabinēt ngejengit

AYAH

Nyoman memandang es kelapa muda di hadapannya dengan mulut membisu. Minuman itu tidak lagi menawarkan kesejukan di kerongkongan, seperti hari kemarin dan kemarinnya lagi, hambar! Pikirannya kacau. Ada perasaan gelisah dalam benaknya, Lagi kangen? Kangen dengan siapa, Neni? Busyet, sudah terlalu sering bertemu, bahkan saking seringnya sampai membosankan, pikirnya.
Mimpi tadi malam membuatnya trenyuh. Konon kalau lagi bermimpi naik sepeda, naik bis beramai-ramai atau mengendarai kendaraan atau mimpi bertarung, apa lagi bermimpi naik pesawat terbang. Itu artinya sudah memulai babak baru dalam hidup dengan tantangan ilmu halus. Atau sebuah pertarungan yang tidak kelihatan, istilahnya orang ”nyabuk”, sejenis ikat pinggang berisi ilmu kekebalan tubuh, sehingga pada saat pertarungan berlangsung dengan musuh hanya sabuknya saja yang terbang, begitu kata orang pintar. Tapi itu dalam mimpi yang menurut pendapat orang tua Nyoman, terutama ayahnya pernah mengatakan kita akan siap menjadi ayam aduan.
”Ayam aduan?” tanya Nyoman tidak mengerti. Bagaimana kita yang sudah terlahir lebih sempurna dari hewan kok justru harus menjadi ayam kembali. Dan ayam aduan lagi. Nyoman semakin tidak mengerti dibuatnya.
Nyoman kemudian ingat akan cerita ayahnya dalam pengalaman bertarung seperti apa yang menjadi tradisi dalam keluarga leluhurnya yang telah digariskan secara turun temurun. Lalu ia diberikan ”gegemet”, semacam kesaktian oleh kakeknya menjelang usianya yang menginjak dewasa.
”Bawalah ini cucuku,” ujar kakek itu dengan suara parau berat.
”Buat apa kek, sekarang ’kan bukan jaman perang lagi?” Nyoman mengelak walau tidak berusaha untuk menolak. Jaman sekarang justru yang gentayangan adalah demontrasi,dimana-mana, di jalanan, di depan gedung DPR.Denyut nadi jalanan dipenuhi teriakan ketidak adilan yang berujung pada demontrasi, perang ekonomi sesama negara bahkan di dalam negara itu sendiri, perang ekonomi dalam bathin sesama tetangga, itu yang lebih hebat. Lha buat apa benda yang disebut ”gegemet” ? Nyoman melongo. Tidak mengerti.
“Sekarang ini jaman memerangi diri dari kebodohan dan sasarannya adalah generasi muda dalam wujud pendidikan, memerangi narkoba, racun dunia para generasi muda, sekarang ini jaman memerangi korupsi, kek,” Nyoman menjelaskan.
“Anak bodoh! Sok pintar kamu!” kakeknya mendamprat, suaranya terdengar keras. Matanya mendelik seperti mata barong, jidatnya mengkerut seperti buntelan kain kusut. Ditarik jenggotnya dengan tangannya yang kisut masih menyisakan otot-otot kekar, kejantanan yang membayang jelas ketika muda dulu.
Nyoman terkejut, baru kali ini merasakan hawa panas kemarahan orang tua yang disebutnya kakek.
Kakek memang keras, ia pernah dengar cerita ayahnya. Kalau kakek bisa terbang, menjadi api di ketinggian pohon kelapa, mampu menghentikan hujan yang demikian lebat disertai gemuruh sangat hebat, bahkan mampu mendatangkan hujan. Bisa berubah-ubah jadi apa saja bahkan bisa menghilang. Karenanya orang-orang kampung mengetahui kalau kakeknya sakti mandraguna.
Nyoman mempunyai empat orang nenek yang di usia tuanya masih mengguratkan kecantikan masa remaja dulu, itu berarti kakeknya sewaktu muda memang ganteng. Saking gantengnya empat wanita bertekuk lutut di hadapannya. Barangkali ada hubungannya dengan ilmu yang dimiliki kakek. Yang jelas Nyoman pun merasakan kalau dirinya mirip kakek, sekalipun ibunya Nyoman hanya satu sepertinya ayah tidak mengikuti jejak kakek. Tapi ntar dulu, wah, jangan-jangan nanti malah dirinya yang akan beristri banyak setelah mewarisi ilmu itu. Namun jauh di lubuk hatinya yang paling dalam Nyoman tidak suka itu, lihat saja nenek-neneknya. Semua rada-rada: cerewet minta ampun!! hampir sekampung gempita oleh suara nenek-nenek bawel. Bagaimana nanti kalau Nyoman menambah isi rumahnya dengan banyak Neni-Neni lain? Ah, akan bisa seperti pasar kampung ini dibuatnya. Nyoman galau dan hanya geleng-geleng kepala.
”Justru karena tidak ada perang kamu harus lebih siaga!!
Nyoman tersentak kaku, kakeknya masih marah.
”Lho?!” celetuknya kaget.
”Hei, Nyoman goblok! Di jaman perang dulu yang kita hadapi adalah musuh-musuh, yang kita pertahankan adalah negara dan harga diri sebagai seorang manusia. Musuh itu jelas terlihat dan kita hadang dengan gagah berani. Sekarang ini justru perang dalam bentuk lain. Semuanya menjadi musuh dalam wajah yang terlihat berperingai penuh dengan persahabatan. Ini justru lebih parah daripada perang yang sesungguhnya. Karena senjatanya bersentuhan lewat angin.Tanpa kita rasakan apa-apa besok muntah darah, lalu matanya mendelik dan perutnya kejang, kemudian menjerit dan mati!”
Nyoman menjadi tidak mengerti dengan ucapan kakeknya, tapi bergidik juga dibuat.
”Terimalah dan bawa amanat keluarga ini,” suara kakek serius.
Nyoman menerima bungkusan kain putih kekuning-kuningan agak kusam dan sangat kumal saking lamanya tidak tercuci. Barangkali memang tidak boleh kena air dan sabun. Ketika bungkusan itu dibuka dadanya berdebar-debar, isinya macam-macam. Ada kepingan uang logam dirajah.
Tiba-tiba Nyoman ingat ketika dulu pernah mengantar temannya ke dukun untuk mencari “pelet”, karena temannya Ketut Lungsur tertarik pada bidadari teman sekelasnya .Lalu si dukun pelet itu memberikan kepingan uang logam persis seperti yang diberikan kakeknya ini. Alhasih, Ketut Lungsur ibarat pangeran bertemu permaisuri dalam pelukan asmara sampai melahirkan beberapa orang anak Jelas kepingan uang logam itu mampu menunjukkan khasiatnya.
Nyoman senyum-senyum ingat kisah temannya. Ia jadi geli sendiri. Dilihat sekali lagi isi bungkusan itu,ada sebilah keris kecil, ada batu-batu dan entah apa lagi isinya. Barangkali ini yang mampu membuat kakeknya terbang.
”Apakah keris ini mampu membikin saya menjadi seorang sarjana yang mampu merakit pesawat terbang,” pikir Nyoman sambil menimang-nimang benda langka itu.
”Kenapa tidak?” suara kakeknya terdengar menggelegar di telinga Nyoman, seperti tahu jalan pikiran Nyoman.
Tiba-tiba keringat dingin mengucur deras di tubuhnya. Jiwanya bergetar dan perasaan takut menghantui bathinnya. Apa benar yang didengar dari cerita-cerita orang kampung, bahkan cerita ayahnya, kalau kakek benar-benar sakti. Rasanya teknologi canggih jaman sekarang ini pun belum mampu mendeteksi apa yang ada dalam pikiran seseorang.
Akhirnya Nyoman bermuara pada satu kesimpulan utuh, bulat serta tidak bisa di tawar-tawar lagi, bahwa kakeknya memang ”sakti” dan itu telah ia buktikan sendiri kebenarannya.
”Justru di saat kamu telah menjadi sarjana dan lebih-lebih lagi telah memperoleh kedudukan yang bagus, nantinya kamu akan bertemu dengan sebuah peperangan yang menarik. Pertempuran yang tidak adil bahkan sering tidak seimbang. Senjata-senjata aneh merasuk ke badan, berseliweran bagai pecahan-pecahan meteor. Mau jadi sasaran senjata? Atau badanmu kena peluru nyasar tanpa kamu ketahui sumbernya dari mana?” tanya kakek sambil melirik Nyoman.
Nyoman meringis setengah bergidik.
”Itu berarti kalau saya membawa alat ini, akan menjadi sakti ya,kek?”
Kakek manggut-manggut sambil mengelus jenggotnya.
Nyoman sekali lagi memandang es kelapa muda di hadapannya. Sekali lagi kegelisahannya yang timbul bukan karena Neni. Yang pasti Neni ada dalam keadaan baik-baik. Mimpinya telah menjadi kenyataan, ia ibarat ayam aduan yang tengah mengincar leher musuhnya hingga kepala musuhnya terengah-engah kesulitan napas. Hanya dengan satu tusukan ”taji” yang ia gambarkan dalam wujud sebilah keris, musuhnya mengerang kesakitan dan darah mengucur deras membasahi tanah kampung. Nyoman beringas dan seperti ayam ia berkokok lantang, ”musuhku mati!” teriaknya penuh semangat kemenangan.
Menjelang matahari terbit di ufuk timur kampung, dilihatnya seisi keluarga pada menangis histeris. Tubuh ayahnya terbujur kaku di bale gede ditangisi ibunya, adik-adiknya, kakaknya, saudara-saudara yang lain, saudara-saudara ayahnya dan entah siapa lagi. Nyoman merasa menyesal dan sangat terpukul! Apakah taji yang tergambar dalam wujud keris yang ia lepas bertubi-tubi telah menghantam tubuh ayahnya? Apakah ia salah sasaran sebagaimana yang digambarkan kakeknya seperti sebuah peluru nyasar yang menyisir setiap lawan? Malam terlalu gelap. Tidak menyembunyikan kepekatan. Kegelapan yang tak mampu membedakan mana kawan. Mana lawan.
”Ayahmu telah menjadi pecundang, bahkan berkali-kali. Tapi yang kali ini telah merengut nyawanya,” lagi-lagi suara kakeknya.
”Seharusnya kakek menurunkan ilmu dan pusaka-pusaka ini kepada ayah,” Nyoman melemparkan penyesalan kepada kakeknya.
”Ayahmu menolak menjadi ”tameng” bagi kejayaan leluhur kita, ia lebih menyukai segala bentuk pekakas berupa obeng, engkol, kunci tang, palu, pacul dan lain-lain bagi kelengkapan kerjanya,” ujar kakek.
Nyoman tercenung antara percaya dan tidak. Sulit diakui.Logika yang tidak jelas antara leluhur yang memperlakukan manusia keturunannya sebagai rangkaian tradisi bersusun simetris dalam diagram yang menyatu menjadi kebiasaan-kebiasaan dengan letupan-letupan dahsyat, maha dahsyat di alam modern yang merambah pada asas kenyataan berdasarkan observasi-observasi yang selama ini ia lakukan demi melawan arus yang terkesan sangat ortodoks. Ini sangat bertentangan dengan jiwa Nyoman. Namun mau bilang apa? Yang pasti nasib manusia sudah ditentukan jalanNya. Hanya Tuhan yang mengetahui kapan kita harus mati tanpa bisa ditawar-tawar, tanpa bisa ditangguhkan oleh sejenis “gegemet” berupa uang logam, ilmu kesaktian, sebilas keris dan lain-lain.Tuhan tidak memberikan jalan negosiasi bagi kematian kita. Dan yang Nyoman tahu, data-data pada medical record rumah sakit diagnosanya sudah jelas. Terlampau sangat jelas. Ayah menderita leukemia yang sangat ganas.
Nyoman jengkel. Malam itu juga dia buang jauh-jauh ke tengah laut bungkusan putih agak kekuning-kuningan sedikit kumal dan kusam karena jarang di cuci. Biar air laut sekalian yang mencuci, gerutunya geram. Kalaupun besok seperti kata kakek seandainya dia hidup sukses dan memperoleh kedudukan yang bagus, segalanya akan dia serahkan pada Tuhan. Serahkan saja semuanya pada beliau Itu kata-kata yang ada dalam mimpi Nyoman berikutnya untuk dijadikan wangsit leluhur.Ah, sudahlah........Nyoman tidak mau mimpi tentang pertarungan yang dahsyat ataupun bertarung dalam kegelapan

A Y A H

Kamis, 22 September 2011

NANANG

A tenga kenehné Nyoman ngoyot és kuwud di warung bucun umahné, bibihné munjung nengil. És ento tusing ngaé seger kolonganné, buka cara ibi, campah karasa! Bayuné inguh. Uyang paling kenehné, angen? Ngulangunin nyén, Néni? Badah, sai suba matemu. Bes sabilang wai tepuk masé ngaé wadih.
Ipian ibi peteng ngaé bayunné inguh. Lamun ngipi menék sepéda, menék bis ramé-ramé, negakin montor wiadin ngipi masiat, apabuin ngipi menék kapal terbang. Ento artiné suba ngawitin idup matantang baan nyalanang wisésa. Masiat di peteng buka anaké ngorahang “nyabuk”, kawisésan marupa bebadong, rikala mesiat ngarepin musuh, bebadongé dogén ané sinah luas makeber. Kéto raos anak tua pidan. Anak tua ané ngorang saja-saja ririh. Nanging ento ipian reramané Nyoman. Nanangné taén nutur, ia satmaka siap aduan.
“Siap aduan?” Nyoman sada tusing precaya ningeh satuan nanangné. Éngkén buka raga suba lekad lebian paripurna kabanding buron ngudiang buin nglekas dadi siap. Siap aduan koné buin. Nyoman ngancan sing ngerti.
Nyoman inget satuan nanangné taén masiat cara tradisi kulawarga para panglingsirné ané suba magaris turun-temurun. Lantas nganggo “gagemet”, cara kesaktian ané orahanga pekakné sukat ia menék teruna. Suba anggapa kelih bisa nampi munyi cara anak kelih.
“Ené jani aba,” pekakné ngwangsitin.
“Anggon gena né, kak? Jani tusing enu jamanné anak masiat. Apa buin nganggo kakéné!” Nyoman nyampahin yadiapin makita nampi. Nampi ulian ningalin barang tawah-tawah kéto. Jaman jani satata ané gentayangan buka démontrasi, dija-dija ké, di rurungé, di aep gedung DPR. Denyut nadi rurungé bek anaké pada majéjér ngundukang “ketidakadilan” nyerit-nyerit metoh ulian démontrasi, cerik-ceriké ané démo masé milu polos pangus ulian nasi abungkus. Ené maadan perang ékonomi puru isin gumi nganti ka tengahin guminé, perang ékonomi di sajaba keneh puru pisaga, ento ané daat kabinawa. Béh ené jani lakar anggo gena bebadongé? Nyoman momot. Tusing ngerti.
“Jaman jani anaké nglawan baan belog lan sasarané generasi muda kawujudang baan pendidikan, merangin narkoba, racun gumi teruna-teruniné. Jamané jani jaman nglawan korupsi, kak,” Nyoman nuturin pekakné cara anak cetu. Cenik tua.
“Ené sajan jelema belog! Mapi-mapi ririh, cai!” pekakné nengkik, munyiné keras madingehan. Matané nelik cara matan barong, gidatné malipet cara buntelan kain gringsut. Sambil ngedeng-ngdeng jénggotné. Liman pekaké suba sada kisut nyisaang siteng uatné dugas teruna pidan. Muani tulén tedas enu sinah dugasé pekak nyalanang teruna siteng magueng.
Nyoman tangkejut, tumbén jani ngrasaang beeng ulian pedih nak lingsir ané kaukin I Pekak.
Pekak mula saja sajan kekeh, bikasné meuat kawat mebalung besi kéwala kolongané masé buka kawat. Kenyat! ia taén ningeh satua nanangné. Lamun pekakné sujatiné bisa makeber, nambung tegeh dadi api di duur punyah nyuhé, nyidang ngrérénin ujan ané bales misi makrébékan. Manyama ajak kilap, nganti nyidang nekaang ujan. Bisa nglekas dadi apa gén, lan bisa masé ngilang. Karana ento anaké di désa nawang lamun pekakné seken-seken jelema aéng. Kabinawa. Wisésa. Takutiné ajak musuh-musuhné. Ané ngenah tur ané sing ngenah. Bisa maya-maya. Kéwala tidong mayadanawa! Péh, kedék ka tundun Nyoman. Mekita ngrikik, nanging enu masé ngelah tatakrama. Sing dadi ngedékin anak tua, apabuin ento pekak padidi. Nyén nawang seken-seken satuan nanangné ento.
Nyoman ngelah dadong papat ané suba lingsir nanging enu masé nyunarang sisan-sisan jegegné dugasé bajang pidan, ento artiné pekakné dugasé teruna pidan nak sajan-sajan mula bagus. Saking bagusné buka patpat nak luh nyelepeteg di aepné. Mirib ulian kawisésan ané gelahang i pekak. Tendasné Nyoman masé ngerasa ibané mesiib pekak bedik, apabuin Nyoman mamémé tuah aukud. Asanang nanangné sing nyak milunin bikas pekakné, ané demen ngelua. Nanging, nden malu, mimih, eda-eda nyanan bisa ibané ané lakar liu ngelah somah, sasubané ngwarisin kesaktian ento. Nanging joh di kenehné ané seken-seken sajan, Nyoman ngelidin bikas buka kéto. Tolih ja makejang dadongné. Makejang nyényé. Désané lakar uyut baan munyi anak lingsir nyényé. Ngéngkén lamun mani Nyoman ngebekin isin umahné baan Néni-Néni lénan? Béh, lakar bisa cara peken dadiné isin baléné. Nyoman sangsaya. Kitak-kituk. Nget jeg bagus gati pekakné teruna pidan nganti patpat ngelah kurenan. Mula ké i pekak madasar play boy, apa masé krana nyalanang bebadong maranén aji pangegér?
“Krana tusing ada perang setata cai anggo nyagaang déwék!!”
Nyoman ngancan tangkejut, enu pedih pekakné.
“Mimih?!” Nyoman ngancan ketug-ketug bayuné.
“Wé, Nyoman belog! Di jaman perang pidan ané nglawan musuh-musuh, ané jaga nyagaang gumi lan ngajiang déwék buka jelema biasa. Musuhé ento tedas ngenah lan i raga mesiat ngadokang wanén. Jani mesiatné nganggo cara lén. Makejangan dadi musuh tur ngelah daya patuh, kéwala muané polos kadirasa akur matimpal. Ené ané seken-seken daat kabanding masiat ané seken-seken masiat. Krana senjatané mapas angin. Tusing ngarasaang apa-apa dapetang buin mani ngutah getih, lantas matane nelik lan basangné kekeh, panyuudné nyerit lantas ngasén!”
Nyoman tusing ngerti ngenehang munyin pekakné, nanging ngaé jejeh ati.
“Tampi lan aba amanat kulawerga ené!” magumana pekakné ngraos.
Nyoman nampi buntilan kain mawarna putih kekuning-kuningan sada burem lan kumel saking makelo tusing taén maumbah. Mirib mula tusing dadi kena yéh lan sabun. Rikala buntilan kabukak tangkahné gedur-gedur, ngéndah isiné. Misi pipis merajah. Misi batu-batuan mawarna magenep. Apa kadén buin isiné.
Ujug-ujug Nyoman inget pidan dugas taén ngateh timpalné luas ngalih aji pangegér krana timpalné Ketut Lungsur makeneh ajak luh jegég timpal sekelasné. Lantas balian pangegér ento ngemaang buntilan misi pipis logam mirib cara ané baanga pekakné jani. Ketut Lungsur kadirasa Rejuna matemu dedari kagelut smara nganti ngelah panak. Tedas pesan pipisé ento meranén.
Nyoman kenyem-kenyem inget timpalné. Kerasa ginik padidi. Katlektekin buin cepok isin buntelan ento, ada keris bawak meluk lima, ada batu-batu lan apa kadén buin isiné. Mirib ené ané ngranang pekakné ngindang makeber peteng. Apija makeber boya madamar, nak galang koné sinah makejang isin guminé. Seken kabinawa!
“Apa kerisé ené ngidang ngaé tiang dadi sarjana ané dueg ngakit kapal terbang buka pagaén pak Habibi?” Nyoman ngenehang sambilanga ngusud perabot kuna ento.
“Ngudiang sing?” munyin pekakné dingeh ngrébék di kupingné Nyoman, cara nawang apa ada di kenehné Nyoman.
Nadak peluh matah ngetél neréstés uli awakné. Bayuné ngetor nyajang pesu gerapné. Apa seken ané taén dingeh uli satuan anaké di désa, apabuin satuan nanangné, sujatiné pekakné wisésa seken-seken kabinawa. Asané téknologi canggih cara janiné kondén nyidang ngadétéksi apa ané ada di keneh anak. Bisa mamaca keneh anak lén. Cutetné sesuban ngabuktiang raos pekakné ento, Nyoman sing nyidang buin makelid. Kabukti sujati pekakné mula saja-saja wisésa. Ento suba kabuktiang padidi.
“Sedek cai suba maadan sarjana kasub lan suba langkung maan jabatan ané melah, lakarang cai matemu modél pesiatan ané garjita. Pesiatan sing tan baatné anéh lan sai tepukin tusing adung ané madan mesiat. Senjata-senjata tawah nyelesek ka awak, kema-mai buka batu météor cerik ané belah-belah. Nyak dadi cundang cai? Wiadin awak cainé kena peluru cai kal tusing tawang uli dija kadén tekané?” pekak matakon sambilanga nyeledét Nyoman.
Nyoman ngikis sing suud-suud ngetor. Saja ada kéto? Nyoman sing nawang.
“Ento artiné lamun tiang ngaba perabot tenénan lakarang dadi teruna sakti aa kak?”
Pekak anggut-anggut sambilanga ngusud janggutné.
Nyoman buin nletekang és kuwud di arepné. Ngancan mulisah boya ja ulian Néni. Gagélane i Néni cundekné kapineh melah. Ipiané ibi sanja buka nak nadi. Pekakasné buka maurip, kadirasa siap aduan ané sedeng ngincer baong musuhné nganti endas musuhné ento selegek-selegek. Angkihané baat. Tuah nebek acepokan sajan “tajiné” ané kagambar baan lawatan keris mangan, musuhné ngasén tur getih anyar ngetél makembengan di natah pedésan. Nyoman kerasa gemes pesan nebek musuhné, ”musuh cangé suba bangka!” nyerit ia nglekas siap ngruyuk merkak merasa prewira.
Nuju endag surya, nyisir di galang kangin pedésan, dapetang tepuk makejang nyama braya pada sigsigan ngeling. Awak nanangné kekeh nengkayak di balé gedé pangelingina tekén méméné, adi-adi makejang, beliné, lan nyama ané lénan, ada masé nyama ulian nanangé tur nyén kadén buin bakat tingalin. Makejang sebet. Nyoman ngerasa nyesel ring déwék! Apa taji ané magambar marupa kadutan ané bakat aud tur kaentungang sing suud-suud suba mragatang atman nanangné? Apa pelih sasaran buka pinutur pekakné sekadi ‘peluru nyasar’ ané nebekin sabilang musuh ané ngentas? Petengé bas dedet. Tusing mengkeb malawat denges. Dedet ané sing nyidang ningalin encen koné timpal. Encen koné musuh.
“Nanang cainé dadi cundang, ping kudang-kudang. Nanging jani lacur tepuk nganti ngaud uripné,” buin munyin pekakné padingeh.
“Pantesné pekak nedunang aji-ajian lan pusakané ento ring i bapa,” Nyoman ngentungang sesel sing kodag-kodag.
“Nanang cainé tusing nyak nampi dadi “tameng” cara kaprawiran panglingsir i raga, pragat iteh ngitungang perabot marupa obéng, engkol, kunci tang, palu, pacul tur ané lénan anggon geginané idup,” nutur i pekak.
Nyoman mamung ulian precaya kén tusing. Kéweh ngenehang logika ané sing tedas buka lintihan anaké lingsir ané nyihnayang jelema lan sentanané dadi buka lintihan kasusun simetris buka diagram ané mabesikan dadi prebikas marupa krédépan aéng, sajan sajan aéng di alam modérn ané matuladan ring kasujatian idupé, madasar obsérvasi-obsérvasi ané Nyoman itunganga sewai-wai, tiban-tibanan anggo nglawan arus ané kuna cara unduk satuan pekakne ené. Sing cocok tekéning kenehné. Ené maadan satua modél-modél. Sing mabesikan. Sing nyak adung tekén satua jaman jani. Nanging Nyoman sing nyidang ngorahang apa? Lamun tedasang pesan nasib jelema suba titah pejalané. Tuah Widhiné ané nawang buin pidan raga mati boya ja dadi tawah. Tusing dadi matanggeh ulian sekancan perabot “gegemet” marupa pipis logam, aji-ajian, lan kadutan muah ané lénan. Widhiné tusing ngitungang jalan négosiasi. Urip ulian nyilih. Tur ané Nyoman seken-seken tawang dugas luas ngechék ka rumah sakit, data-data ané munggah di medical record rumah sakité diagnosané suba tedas gati. Sajan-sajan tedas. Nanangné kena leukemia ané sada madurgama.
Nyoman jengah. Peteng-peteng rikala bulan mati lantas kutanga joh ka tengahin segara buntilan mawarna putih kakuning-kuningan lan kumel ulian sing taén maumbah. Apang yéh pasihé acepokan ngedasang, sambil ngemigmig ia. Yéning mani buka pangraos pekakné yadiapin ia nyalanang idup suba madan suksés tur ngelah jabatan melah di kantor, serahang ring Widhiné dogén, apang élah. Praktis, tusing mikir boya-boya. Nyaké siap aduan, kuluk mapalu, macan saling tregés, manusa saling gutgut, apa nyak sing, Nyoman sing ngarunguang. Cundekné serahang makejang unduké ring Hyang Pramakawi. Ento raos ané ada di pangipiané Nyoman, laut nadiang wangsit anak lingsir. Béh, kanggoang monto malu........ Nyoman tusing makatang ngipi ané tidong-tidong, ngipi mesiat di peteng.

Rabu, 21 September 2011

Puisi Karya : G Arimbawa DI LERENG GUNUNG SASAK

Di hadapan pura lereng gunung sasak rimbun pepohonan rindang dalam doa
Aku bersila
Perbedaan ini tidak pernah datang menyapa
Antara asap dupa klenengan sang mangku ataupun tasbih kotbah pak ustadz
Walaupun berbeda ragam dalam warna semuanya tersentuh dan akan sampai padaMu jua
Jangan lagi ada sengketa karena ras, saling cemburu dalam perbedaan jalan
Semua akan sampai pada tujuan yang sama
Dalam mencari hakikat kedamaian
Kita semua adalah saudara dalam satu rahim yang sama
Terlahir dari ibu pertiwi tanah bangsa
Wahai kawan, jangan ada perbedaan

Puisi Oleh. G Arimbawa DI PUSUK SEBELUM TURUN KE BANGSAL

Menuju perjalanan berlika-liku
Pusuk yang sepi menuju ke bawah hutan-hutan senyap
Engkau bertapa tenang, seperti tengah menunggu turunnya bebadong
Kokoh dan tegar oleh segala hempasan godaan
Sejuta riwayat dan misteri
Telah kau dapatkan
Buat bekal bebotoh
Mengadu nasib

Puisi Oleh . G Arimbawa GADIS IMPIAN ( SATU KUKUH KEYAKINANKU)

Cerita teman bawa bobot setiaannya
Bara lukis kata di malam impian asmara
Gadis gurat ku diraih hati
Simbah kekalutan atas segala
Segalanya hilang

Tahta gadis semayam di lubuk hati
Dalam semayamnya di jiwa
Yang kalut merindu

Puisi Oleh. G Arimbawa KEBISUANMU

Aku iri karena kamu
Rambutmu panjang sukar usir mimpi mimpi
Yang bertumpang di malamku
Pernahkah aku berkata bahwa
Bulan menyimbah bulat wajahmu
Atau barangkali telah dihadirkan adanya
Kau hadir disaat aku berusaha lari
Tapi tidak karena aku
Kebisuanmu memakan jantungku
Habis kikis disegala lamunan

Kamu sudah cahaya hati
Berbalik tanpa dialog adalah
Keagungan yang tak disanggah
Dewi bulan tak pernah kau hadirkan mencumbu mimpiku
Mungkin karena engkau tak pernah bermimpi tentang aku
Sisi lain atau karena sebuah kebisuan
Aku takut karena di hati masih tersisa keinginan
Pernahkah?

Puisi Oleh G Arimbawa LAUT GILI NANGGU

Disini laut bergolak, seandai hatiku masih resah
Seandai tidak diciptakan Rama dan Sinta berkeluh kesah dalam percintaan
Tentu laut ini tak pernah padam
Menuangkan segala bentuk cerita yang tak pernah mati menggelombang segenap rasa
Disini laut selalu bergolak
Seandai bumi diam sejenak
Tak akan kutemukan matahari menyinarkan bumi
Seandai tak ada lampu menyala
Engkau selamanya tak terlihat dalam diam

Puisi Oleh : G Arimbawa LUKA

Binar luka tikam
Bawa ku bawa di dekap hati
Usai kikis kata sementara ujarnya
Mata bawa binar
Tinar rindu nata gaun di gadis
Gadis bawa kuluka di kaki hati
Dilangit angan

Luka-luka balut
Simpankan kukata dalam makna
Luka luka bawa lari ke tubuh sunyi

Puisi Oleh ; G Arimbawa NUUR DEWA KABEH

Bersama puisi ini kusampaikan padamu, ya Tuhan
Aku pengabdi segala kebenaran
Kuupayakan seminim mungkin berbuat buruk
Dosa dan
Apa yang menjadi laranganmu
Karena kutaklupa langgammu ketika aku hamper tertimpa bencana
Aku menjadi selamat
Sepertinya memiliki sejuta nyawa yang rangkap
berkatmu

puisi oleh G Arimbawa PENYEBERANGAN KE GILI AIR

Dari sini kulihat pantai senggigi bak semut
Palung laut yang menyimpan misteri
Apa yang engkau tunggu
Ayo kita berangkat, para wisman mancanegara semua asyiek
Telanjang dada dalam khatulistiwa yang berbeda
Dalam kubangan dan asinnya air
Diammu sepi tak berarti
Sebuah saksi bisu dari waktu ke waktu
Disini kadang air ganas
Membuat riak yang dangkal
Ini malam purnama raya terpantul
Sinar penuh keakraban
Melalui air karibmu sambil berseru bangga
Kulihat engkau diam membisu tak berarti
Tak pernah ikut rebut memburu dollar
Yang bertebaran di gili

Puisi Oleh : G Arimbawa PURA BATU BOLONG, SENGGIGI

Mengitari air riak gelombang
Menyatu dalam doa
Mantramku mengalun bersama suara kecipak burung
Terbang di atas laut menjorok
Tebing tebing di pantai senggigi
Disini umatmu hadir semua

Puisi Oleh. G Arimbawa DI PURA DALEM CILINAYA

Dengan duduk bersila
Tangan tengadahkan di atas lutut
Ibu jari disatukan dengan telunjuk
Kuminta padamu, ya dewa Ciwa
Seratus delapan kali mantram kuberucap

Puisi Oleh : G Arimbawa PURA LINGSAR

Di pura itu asap dupa bertebaran
Dan pujapuji syukur para dewa
Aku terpekur dalam halaman depan
Menanti adakah kerinduan akan langgam yang baru
Doaku semayamkan cinta yang saling memburu
Hatimu bak sembilu
Dan di pura itu para pengayom berdatangan
Menunggu turunnya air suci
Yang dapat melupakan dosa-dosa

Puisi Oleh : G Arimbawa RINDU SEMUSIM

Kerinduan selalu menjadi musim menemukan jejak-jejak tak pasti
berlarian dalam kehidupan yang fana
siapakah yang berlarian di musim duka
aku rindu semusim yang menghentikan langkahku sesaat dan begitu pijar
tanah-tanah basah oleh suara angin
suara pohon pohon
suara suara sumbang
musim berganti musim
menggantikan pohon-pohon tumbuhnya musim baru
namun siapa yang memetik daunnya?
anak anak angin berlarian menembus cuaca
menandakan pada ranting-ranting yang bergerak
membelai gadis berambut panjang
tergerai oleh keindahan
suara suara pohon
yang menandakan angin
pada musim yang berlari
di taman kerinduan

Artikel : G Arimbawa GELISAH DIRI SEORANG PENYAJAK (Coba merefleksikan sajak-sajak Kiki Sulityo)

Kesenyapam malam memberikan batas antara pergolakan bathin yang hendak meloncat ke alam penuh bukit-bukit basah, menduga kita untuk lebih sangsi mencari dan mendaki selama kegelisahan yang selalu sama datangnya akan memberikan kita sebuah harapan.
Mengapa gelisah karena kaki telanjang tak bermata? Kita hendak menggapai-gapai bukit basah lembab melicinkan kegelisahan penuh hasrat. Mengapa gelisah berhasrat bukit karena yang dituju mendatangkan misteri? Hasrat hanya lamunan kosong. Kaki punya mata dan kehendak punya rasa. Waktu hanya rentangan tirai tipis yang kabur oleh mata. Dimanakah kita kini?
Puisi itu sendiri belum pasti dapat diartikan sebagai buah praduga yang mampu memberikan kesenyapan serta suasana hati yang menyenangkan. Mental itu sendiri sesungguhnya ada pada pemaparan dari rangkaian demi rangkaian kata-kata itu sendiri. Sikap sebuah puisi yang selalu mempengaruhi perkembangan akan makna yang terangkum dalam proses sebuah penulisan karya sastra. Dapat selalu mempengaruhi akal budi, sikap serta mengubah diri untuk mengolah kehalusan budi. Dimana akal budi itu sendiri mampu tersimpan lama sebelum habis ditempa waktu.
Buah meluputkan waktu menjadi sebuah kegelisahan awal igauan, senandung kehidupan dalam kenikmatan. Waktu hanya rentangan tirai tipis yang mudah putus lalu terlupakan. Bisakah? Sekali lagi bisakah tidak karena waktu menghampiri totalitas kenikmatan. Karenanya memburu tinggal memburu, tidak tahu apa yang diburu. Padang perburuan hanyalah hamparan demi hamparan padang pasir nan tandus, hutan-hutan, kesepian, ketakutan, misteri yang berikut beramai-ramai mengganyang kita dalam perburuan yang sama. Pada akhirnya memang sama-sama semuanya datang hanyalah untuk saling memburu.
Kita diburu oleh pemburuan kita sendiri. Sedangkan buruan itu adalah diri kita sendiri. Lalu berapa kali kita membangun puncak perburuan untuk runtuh di mata bathin? Kegelisahan dirilah yang menghadirkan bayangan. Sedangkan puncak masih menjulang tinggi.
Coba kita hadirkan pergulatan bathin sang penyajak dalam judul sajak DI AMPENAN, APALAGI YANG KAU CARI yang diterbitkan ekspresi magazine no 29/tahun II/agustus 2010 ini. Kita tampilkan lariknya secara utuh:
Di Ampenan, apalagi yang kau cari?/kota tua yang hangus oleh sepi/kali kecil menjalar di tengah mimpi/dimana masa kecil mengalir tak henti/ingatkah kau tekstur-tekstur kuno/rumah es di ujung gang/ingatkah kau gudang kusam/aroma tajam dari puskesmas seberang?//
Penyajak dalam hal ini dalam ketajaman intuisinya masih menggambarkan kota lama yang lekang oleh waktu dan selalu dibentur-benturkan perubahan jaman. Kota pertama sebagai kota niaga sebelum pindah ke wilayah Cakranegara, dan begitu tajamnya penyajak melukiskan gambaran sebuah kehidupan seperti pada kata-kata: tekstur tekstur kuno serta gambaran tentang rumah es di ujung gang. Ingatan saya tentang bagaimana masa kecil di sebuah kota lama Ampenan yang masih mengental bertahan kuat dalam menghadapi perubahan, terlihat dari masih membekas took-toko, gedung bangunan tua. Seperti pada larik berikutnya:
Di Ampenan hanya gedung-gedung tua/bertahan dalam kemurungan/hanya angin yang resah/mondar- mandir dengan kaki patah/dan perempatan itu/akan kau temui kembali/riwayat sebuah perjalanan/yang terus mengambang dan menggelepar/di ingatanmu//
Sajak ini yang berkisah lewat mood gang buntu ditulis penyajaknya pada tahun 2009 ini mengalir demikian lancar dalam ingatan sebuah warna lokal kota tua yang menyimpan sejarah. Demikian yang dipaparkan Kiki Sulistyo, penyair yang lahir di Ampenan 32 tahun yang lalu sebagai sebuah pemahaman terhadap refleksi saya untuk lebih mendekatkan diri terhadap makna yang termaktub maksud kata-kata yang dilampiaskan lewat sebuah sajak, selebihnya pembaca sendiri yang memberikan makna tersendiri dalam kebebasan mengembangan maksud daripada imajinasi yang disampaikan penyajaknya sendiri. Salam bumi gora gogo-rancah

Puisi Oleh : G Arimbawa SUNYINYA SEPI

Sunyinya sepi senyapnya kekelaman yang datang
Pada dinding dinding berlumut basah
Legendakan misteri dan mati agni rejam napsu segalanya
Nan tumpang tindih harga sebuah dosa semurah dalam sekali tekuk
Jadi jangkau pikiran kosong menerawang menatap langit
Menjelma dalam jiwa tumpangkan segala napsu berkata kata
Malam hening angan melangkah
Gelap lurus pada kedalaman nan jelaga
Cermin bayangan kusut melangkah sekali
Dalam hutan berdinding beton berpondasi besi
Dan dinding lumutnya telah lenyap
Dimana usai kucari sunyi
Datanglah napas dinding lumut
Tapi jangan kicaukan kacau arah langkah
Sebab malam berlumut bermesra kelana
Kelana malam tembang irama padang sepi
Legendakan misteri nan kian senyap
Jelmakan jeritan bisu
Datanglah napas dinding dinding lumut
Sebab napasku sempoyong jiwa rapuh
Termakan sisa mabuk duniawi
Hari ini siulkan sunyi
Dan siulan sunyi
Gelarkan bahana malam
Bahwa kelam itu sepi

MENGENAL DARI DEKAT TAMAN NARMADA LOMBOK Oleh . G Arimbawa

Kebanyakan orang-orang sering menghubungkan hindhunya Bali dengan hindhunya yang berada di luar Bali seperti sebuah kelompok-kelompok kecil yang tidak saling berhubungan. Dengan kata lain kalau orang menghubungkan tentang Hindhu konotasinya pastilah umat beragama hindhu yang berada di Bali atau Hindhu itu pusatnya di Bali.. memang benar. Hal ini pernah diungkapkan pada saat diadakan seminar PHDI yang berlangsung di Kampus Udayana Tembau Denpasar Bali (1991). Memang kalau dilihat dari rumusan mengenai tingkat strukturalnya saja, kalau dilihat dari sudut pandang sebuah organisasi. Hal itu manakala melihat dari tatanan akar budaya yang dianggap kuat dalam wilayah agama itu sendiri, terlebih dalam pendukung yang lebih dominan. Namun sesungguhnya kalau kita melihat lebih jauh darisejarah akan nampak suatu hubungan yang kuat antara pemeluk agama Hindhu di Bali dengan pemeluk hindhu yang berada di luar Bali. Contohnya daerah Lombok di Nusa tenggara Barat. Kalau melihat beberapa bangunan yang berdiri disana dalam tata kehidupan masyarakat Hindhunya lebih dekat dengan masa kejayaan kerajaan Anak Agung gede ngurah Karangasem yang pernah berkuasa di Lombok.
Ada beberapa bangunan tempat pemujaan di Lombok yang cukup besar peranannya bagi pemeluk umat Hindhu kebanyakan disana yang masih merupakan cikal-bakal masyarakat Bali khususnya di daerah Bali timur, dimana pada masa-masa pemerintahan kerajaan Karangasem Bali yang masih membekas dan melekat kuat dalam kultur kejayaan sesuhunannya Raja Anak Agung. Di daerah Lombok bagian barat akan kita jumpai tempat-tempat persembahyangan sebagai bukti masih ada sisa-sisa kejayaan kerajaan Karangasem yang pernah memerintah disana (sekitar tahun 1870-1894), seperti : Pura Lingsar,pura Suranadi,,Pura Batubolong,Pura Taman Mayura,pura Meru bertempat di Cakranegara, pura Taman Narmada dll.
Di Pura Taman Narmada misalnya, puncak acara pada saat dilakukan penyelenggaraan upacara setahun sekali, pada sasih ke lima bulan penuh (purnama). Di Pura Taman Narmada yang konon dinamakan atau juga lebih dikenal dengan sebutan : “Istana Musim Kemarau” pada masa pemerintahan Anak Agung Gede Ngurah Karangasem, dimana pura Taman Narmada tersebut merupakan dwi fungsi, disamping sebagai tempat peristirahatan Raja-raja, juga yang utama sekali sebagai tempat pemujaan bagi keluarga raja-raja, serta para pengikutnya yang selanjutnya diikuti seluruh masyarakat di sekitarnya. Awal mulanya adalah karena pusat kerajaan yang bertempat di Taman Mayura Cakranegara dilanda musim kemarau dengan tidak ada airnya sama sekali, maka pada musim-musim paceklik tersebut keluarga raja serta para pengikutnya berpindah ke suatu tempat yang memiliki mata air dengan dengan air yang berlimpah serta mengalir terus. Maka dipilihlah oleh beliau Taman Narmada sekaligus juga sebagai tempat pewedaan serta pemujaan kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa. Dengan demikian diketahui sangat erat sekali hubungan antara Pura Taman Mayura dengan Taman Narmada.
ARSTISTIK TRI MANDALA
Bangunan Taman Narmada dilihat dari sisi filsafat artistiknya akan terlihat lebih berpedoman pada arsitek Tri Mandala sesuai dengan ajaran Tri Hita Karana yang masing-masing dihubungkan dengan mandala terdiri dari:
Mandala I disebut juga Japa, merupakan bangunan telaga taman,
Mandala II disebut japa tengah terdiri dari tempat-tempat untuk melakukan persiapan persembahyangan yang juga dilengkapi dengan bale
Mandala III disebut japa tiga terdiri dari bangunan jero.
Pada tiap-tiap japa dihubungkan dengan jalan-jalan bertangga dimana pada setiap tangga masing-masing dijaga oleh raksasa yang sangat ganas dan kejam(jogor manik). Pada setiap peningkatan iman seseorang untuk mencapai masing-masing tangga tersebut mesti mampu mengatasi gangguan-gangguan sampai mencapai tingkat Rohani yang bersih.
Pada waktu piodalan berlangsung, mendak tirta biasanya dilakukan di sebelah barat, tengah dan timur yang bersamaan pula, pada saat itu waktunya dilakukan persembahyangan di Pura Suranadi (kurang lebih berjarak 5 km dari Narmada). Mendak tirta yang dilakukan di tiga arah juga merupakan simbol kebesaran Gunung-gunung suci yang berada di lintasan pulau Jawa, Bali dan Lombok yang saling bertalian erat, dengan catatan; di tengah ditujukan mengarah pada gunung Semeru sebagai kepala dengan ngacep Padmawangi, di barat mengarah pada gunung Agung yang merupakan simbolik badan dengan ngacep Gandawari, serta ke timur mengarah pada gunung Rinjani sebagai ekor ngacep Gandari.
Pada saat upacara meras danu (mulang pakelem) berlangsung yang bersamaan dengan upacara meras danu di segara anak di puncak gunung Rinjani sebelum tanda dimulainya pujawali yang jatuhnya pada purnama sasih ke lima akan dilaksanakan dengan runtutan melabuhkan benda-benda berwujud emas seperti: ikan emas, kepiting serta penyu yang bertulisklan huruf-huruf magis dan segala jenis binatang yang ada di marcapada ke dalam danau dengan tujuan untuk memohon kepada Sanghyang Widhi Wasa agar melimpahkan kebahagiaan dan kesejahteraan kepada rakyat dimana raja yang sedang memerintah senantiasa diberikan kelanggengan.
Terjadinya perubahan pada puncak acara meras danu/pakelem itu, mengingat raja yang pada waktu itu telah lanjut usia dan tidak kuat lagi untuk naik mencapai puncak Gunung Rinjani, maka dibuatlah miniature telaga segara anak di bagian selatan kolam renang dengan catatan : Labuhannya tetap dilakukan di danau segara anak yang merupakan simbolisasi dari pelaksanaan meras danu yang selanjutnya dilakukan di Pura Taman Narmada.
KELEBUTAN PADMAWANGI/WINDU SARA
Tidak diketahui secara pasti kapan timbulnya kelebutan padmawangi yang selanjutnya dikenal orang sebagai “tirta awet muda” atau air padmawangi yang merupakan sumber mata air yang sangat disucikan oleh umat agama Hindhu disana. Sebutan air padmawangi yang disucikan itu terdiri dari panca Tirtha yang terdiri dari Gandari yang bersumber di pura Suranadi dimana saat upacara berlangsung merupakan tempat petirtaan, pelukatan, pengentas dan pebersihan pada masa Danghyang Nirartha meyatra ke Lombok. Tempat petirtan itu bertalian erat dengan padmawangi, yang dikenal dengan air awet muda, Gandari, Carmawati serta Mahendra yang merupakan satu kesatuan.
RIWAYAT AIR AWET MUDA
Sejak kapan adanya mata air itu, tidak jelas sejarahnya. Semenjak Taman Narmada dibangun, air awet muda itu sudah ada, berupa mata air yang tiba-tiba muncul dan mengalirkan air sepanjang tahun. Kawasan narmada sejak itu merupakan sumber mata air yang melimpah.
Mungkin kedengarannya luar biasa, jika Gusti mangku yang biasa berada disana bercerita bahwa air awet muda itu bersumber dari sungai yang sangat suci di India (sungai Gangga) yang dikeramatkan seluruh umat Hindhu di Dunia. Dengan mengambil kepala atau otak dari gunung Semeru, badan di gunung Agung serta ekornya yang melingkar di gunung Rinjani dikatakan airnya muncul dari dalam tanah sebagai sumber kelebutan padmawangi di Taman Narmada.
Para wisatawan yang datang berkunjung kesana, akan diantar oleh seorang mangku apabila ingin ke mata air tersebut disertai selendang yang disediakan dan upakara secukupnya, , maka mat air yang muncul itu dapat kita minum dengan gelas yang disediakan disana dapat pula untuk membasuh muka.

Ket gb: Sumber foto dokumentasi Pemda NTB
Taman Narmada tahun 1870

MAKNAI LEKUK HATIMU

begitulah malam
menekuk dalam diammu
dalam sejuta aroma
maknai lekuk hatimu, seirama hati berlagu bisu
apakah perlu kau isyaratkan pula
atau kelu yang terlontar tandatanda
menguak dari sudut matamu
sepasang misteri yang tersembunyi
di lekukan hati paling dalam
begitulah malam
mengabur diammu.......

Perpustakaan, Siapa Peduli?

Oleh: Dwi Rohmadi Mustofa
SIAPA peduli perpustakaan? Pertanyaan ini tak berlebihan jika kita menelisik lebih jauh terhadap aktivitas di perpustakaan dan apa yang ada dalam perpustakaan. Secara esensial, jika kita ingin memotret pendidikan dan segala dinamikanya, salah satunya dapat dilakukan dengan meninjau kondisi perpustakaan. Artinya, perpustakaan adalah medium yang strategis bagi pemajuan pendidikan.
Tepat kiranya jika ada suatu dinas di daerah yang menggabungkan pendidikan dengan perpustakaan. Maksudnya, agar perpustakaan mendapat porsi perhatian yang lebih. Dengan melihat kondisi dan aktivitas dalam perpustakaan suatu institusi pendidikan, kita akan mendapat gambaran bagaimana proses pendidikan berlangsung, seberapa signifikan bagi perubahan sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik. Setidaknya kita dapat membuat kesimpulan sementara tentang peserta didik, menyangkut aktivitas positif, tingkat kreativitas, dan wawasan mereka.
Dewasa ini, kemajuan dan perkembangan yang terjadi di dalam perpustakaan agaknya kalah dengan dinamika yang terjadi di luar perpustakaan. Artinya, peserta didik memiliki beragam kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan baru melalui penggunaan media teknologi komunikasi dan informasi.
Peduli perpustakaan yang juga berarti peduli terhadap pendidikan harus ditumbuhkan di semua kalangan. Peduli perpustakaan bukan hanya tanggung jawab pustakawan atau pimpinan instutusi pendidikan. Peserta didik dan orang tua serta masyarakat juga memikul tanggung jawab untuk memajukan pendidikan melalui perpustakaan.
Kalangan penerbit dan toko buku selain berkepentingan, juga memiliki tanggung jawab moral untuk mewujudkan perpustakaan yang representatif. Kaum profesional, pengusaha, kalangan media dan sebagainya, perlu memberikan atensi bagi kemajuan perpustakaan. Orang tua siswa juga perlu memberikan pemahaman tentang makna pentingnya perpustakaan. Hal ini dapat dilakukan dengan menanamkan sikap cinta buku. Membiasakan anak-anak membaca di rumah. Meluangkan waktu mengunjungi toko buku, atau pamaeran buku. Menyediakan alokasi anggaran rumah tangga untuk hal-hal yang berkaitan dengan buku.
Jika anak-anak di rumah telah dibiasakan dengan buku, niscaya mereka akan gemar belajar di perpustakaan. Perpustakaan di sekolah atau di kampus menjadi tempat favorit untuk belajar. Mereka akan mudah mengeksplorasi pengetahuan, mengekspresikan kemampuan, dan sekaligus menjadikan perpustakaan sebagai sarana rekreasi ilmiah yang sangat positif.
Jika kita menyelami permasalahan yang dihadapi pada beberapa sekolah terkait minimnya perpustakaan, umumnya adalah masalah ketersediaan ruangan yang dikhususkan untuk perpustakaan, kurangnya koleksi buku-buku, dan pengetahuan serta personil pengelolaannya. Hal ini tentu mengundang keprihatinan tersendiri.
Idealnya, semua pihak memiliki atensi, partisipasi, dan dukungan bagi perpustakaan yang baik. Sebenarnya, sudah ada amanah dalam UU No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan bahwa tiap institusi pendidikan memiliki tanggung jawab menyediakan sarana perpustakaan yang memadai. Tapi implementasi UU 43/2007 ini belum maksimal. Belum ada aturan pelaksanaan yang dapat dijadikan dasar baku bagi pembangunan perpustakaan yang baik, yang memiliki sanksi yang mengikat. Sampai saat ini rancangan peraturan pemerintah masih dalam tahap pembahasan.
Akibatnya, perpustakaan berjalan secara natural, apa adanya, dan menggantungkan pada komitmen pimpinan institusi pendidikan dan integritas suatu institusi pendidikan terhadap peserta didiknya.
Dalam hemat penulis, masih banyak pihak yang memandang perpustakaan hanya memainkan peran instrumental atau bahkan hanya sebagai pelengkap persyaratan formal. Peran perpustakaan secara substantif sering dilupakan. Padahal, perpustakaan adalah medium peneguhan peradaban umat manusia. Perpustakaan dapat menjadi wahana menyemai generasi muda yang cerdas, inovatif, bermoral, menghargai keberagaman, dan memiliki kemampuan-kemampuan yang penting bagi kehidupannya sendiri maupun bagi masyarakatnya. Melalui buku dan perpustakaan siswa dapat belajar banyak hal.
Dengan memanfaatkan perpustakaan, guru lebih mudah memberikan materi pembelajaran. Buku-buku atau perpustakaan merupakan sarana belajar utama bagi siswa, mahasiswa, atau bagi setiap orang.
Pasal 2 UU No. 43/2007 menyebutkan bahwa perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan. Selanjutnya Pasal 3 dinyatakan perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.
Memang ada sebagian perpustakaan telah dikelola dengan visi yang jauh ke depan dan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan perpustakaan yang baik. Sepanjang pengetahuan penulis, dampak langsung dan hasil dari UU tersebut belum begitu dapat dirasakan.
Perpustakaan Ideal
Melalui pendidikan suatu bangsa memelihara dan mewariskan peradabannya. Medium pendidikan itu salah satunya adalah perpustakaan. Dengan kata lain, nilai-nilai luhur budaya, keyakinan, pengetahuan, dan khazanah bangsa diwariskan melalui perpustakaan. Faktanya, data, informasi, dan ilmu pengetahuan, disimpan, diolah, dikembangkan, dimanfaatkan, disebarluaskan, melalui perpustakaan. Dalam suatu institusi pendidikan, perpustakaan merupakan media belajar.
Untuk meningkatkan peran perpustakaan bagi kelangsungan suatu peradaban, dibutuhkan partisipasi aktif banyak pihak. Pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan para pengguna perpustakaan itu sendiri memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan perpustakaan yang memadai. Perpustakaan yang ideal adalah perpustakaan yang mampu memberikan pelayanan melebihi harapan (persepsi) para penggunanya. Ini tentu sesuai dengan jenis dan layanan yang diberikan oleh masing-masing perpustakaan.
Bagi suatu sekolah, perpustakaan tentu saja menjadi media belajar yang sangat penting. Perpustakaan merupakan pusat sumber belajar yang memiliki banyak makna. Buku dan koleksi yang ada di perpustakaan menjadi bahan belajar. Petugas perpustakaan dan setiap orang yang ditemui di perpustakaan merupakan sumber belajar berupa orang. Setting perpustakaan merupakan sumber belajar yang berupa lingkungan.
Pengakuan akan peran perpustakaan dalam menunjang suatu kegiatan belajar, sering diungkapkan dalam slogan “Perpustakaan adalah jantungnya pendidikan”. Jadi, idealnya perpustakaan mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah, pemerintah daerah, maupun institusi induk penyelenggara perpustakaan itu sendiri. Perhatian itu harus dalam bentuk komitmen yang diwujudkan dalam perencanaan dan implementasi pengembangan bagi pemanfaatan perpustakaan yang optimal.
Dwi Rohmadi Mustofa, Mahasiswa Magister Teknologi Pendidikan FKIP Unila
Sumber: Lampung Post, Sabtu, 28 Mei 2011

LOMBA MENULIS NOVEL REPUBLIKA (2011)

Republika menyelenggarakan Lomba Novel Republika 2011. Lomba ini terbuka untuk umum dan paling lambat naskah dikirim tanggal 15 Oktober 2011.
Syaratnya adalah:
-Mengisi formulir pendaftaran ( Download di sini : http://www.republika.co.id/iklan/novel/novel.html )-WNI dan melampirkan fotokopi kartu identitas (KTP/KTM/Kartu Pelajar/Paspor);
-Karya asli, bukan saduran,bukan terjemahan,bukan jiplakan(menyertakan surat bermeterai Rp6000 yang menyatakan karya yang dikirim adalah karya asli
-Karya belum pernah dipublikasikan atau disertakan dalam lomba sejenis
-Tema novel bebas,menghadirkan materi yang menggugah
-Novel bernapaskan Islam rahmatan lil alamin
-Tidak bermuatan pornografi

-Naskah diketik dengan format MSWord 2000, dengan jumlah halaman minimal 150 halaman, dan diketik dengan spasi 1,5 dan diprint-out di kertas berukuran A4,menggunakan font Times New Roman, ukuran 12 dan diberi nomor halaman;
Peserta boleh mengirim lebih dari satu karya
Naskah dijilid sebanyak tiga buah dan dimasukkan dalam amplop tertutup yang ditujukan kepada


Panitia Lomba Penulisan Novel Republika 2011

Jl.Warung Buncit Raya No 37. Jakarta Selatan, 12510


Sepuluh peserta finalis akan diminta mengirimkan naskah dalam bentuk softcopy kepada panitia;
Tiga naskah terbaik akan diterbitkan dalam bentuk buku oleh Republika;
Tujuh naskah finalis lainnya akan dimuat sebagai cerita bersambung di Harian Republika


HADIAH

Karya terbaik pertama akan memperoleh uang saku sebesar Rp.25 juta+piala (belum termasuk royalti dari penerbitan dalam bentuk buku);
Terbaik kedua berhak atas hadiah uang saku sebesar Rp.20 juta + piala (belum termasuk royalti dari penerbitan dalam bentuk buku);
Terbaik ketiga memperoleh uang saku Rp.15 juta + piala (belum termasuk royalti dari penerbitan dalam bentuk buku);


Karya diterima paling lambat 15 Oktober 2011 (Cap Pos)