Selamat Datang di Ruang Pajang Cipta Karya Sastra (Puisi, Cerpen, Drama, Artikel, dan Catatan Budaya) =============================================================================

Jumat, 05 Maret 2010

Dari Jendela Peracikan : KREATIFITAS MENULIS DI BAWAH BAYANG BAYANG JAKARTA


“Aku tidak akan pernah berada di kota ini ketika segala pikiran kubuka pada sebuah kalimat, manakala aku telah membuka halaman demi halaman buah pikiranku. Dan tuntas kutuliskan pikiran pada sebuah rangkaian kalimat yang panjang dari waktu ke waktu selama kreatifitas itu masih mengaliri urat nadiku”
Ketika sebuah tulisan telah muncul pada halaman sebuah media massa tidak pernah kita membayangkan bagaimana ekspresi penulis saat merampungkan aktifitasnya di balik layer. Yang hadir di tengah-tengah sidang pembaca hanya hasil sebuah proses, sementara penulis itu sendiri kembali bergelut dalam proses demi proses kepenulisan pada tahap berikutnya. Proses menulispun sebagaimana yang sudah dikemas sebagai sebuah bacaan yang (entah) enak untuk dibaca yang pasti pembacanya sendiri tidak begitu memahami sejauh mana kreatifitas penulisnya di belakang layar. Bergulir dengan kalimat, mengoreksi sendiri sebelum sampai di meja redaksi, memberikan gaya bahasa yang enak dibaca. Memberikan informasi yang benar-benar harus aktual. Tentu saja, kita-kita ini selaku reporter Gema Kaef telah turut andil memberikan nuansa buat perkembangan isi halaman demi halaman majalah Gema Kaef. Dengan demikian seorang penulis tidak pernah atau jarang menjadi halaman sebuah biografi ringkas dari karya tulisnya sendiri atau bahkan turut menjadi bagian dari pemberitaan tersebut. Sangat jarang terjadi. Misalnya seorang penulis memotret karyanya sendiri sebagai sebuah suguhan mata berita untuk diketahui sang pembaca. Sang reporter menjadi nara sumber itu sendiri, jelas akan menjadi berita yang sangat menggelikan dan mengundang gelak tawa pembaca. Demikian halnya seorang fotografer, tidak mungkin kesana-kemari menjadikan dirinya obyek untuk pemuatan sebuah pemberitaan. (baca: motret diri sendiri untuk ditampilkan). Reporter maupun fotografer mencari obyek sebagai narasumber di luar dirinya sendiri dan bukan memperlakukan dirinya sebagai obyek pemberitaan. ( ini hanya sebuah intermezzo)
Sebagai seorang reporter dan juga dapat dikatakan kontributor daerah majalah Gema Kaef, saya akhirnya bisa terbang juga ke Jakarta melongok dapur redaksi. Karena sebuah kalimat yang dihasilkan sebagai sebuah peliputan, atau mengolah bahasa untuk saya tulis dengan tidak mengenal bosan sampai dengan diterbitkan tulisan tersebut di majalah Gema Kaef, saya akhirnya bisa sampai di Jakarta. Kejutan? Pasti. Sebut saja angka honor yang diterima dari hasil tulisan, tidak mungkin sanggup membiayai perjalanan Mataram-Jakarta PP. Karena honor yang biasanya saya terima akan habis dengan mentraktir teman-teman sejawat di kantor untuk sama-sama makan nasi goreng di warung. Lantas? Nah, itu dia jawabnya ada pada Corporate Secretary ticketnya memuluskan rencana untuk memberangkatkan saya dalam rangka bersilaturahmi dalam ajang menambah wawasan dan juga ada satu rewards menarik.
Temu karya Reporter Gema Kaef, demikian dibuat mata acara dengan mengundang beberapa rekan-rekan reporter aktif penulis gema kaef selama empat hari untuk menambah pengetahuan jusnalistik mulai dari konsep sebuah media, perencanaan media sampai fotografi jurnalistik. Yang sangat menarik ada kesempatan langsung mengadakan peliputan jalannya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT. Kimia Farma. Tbk. Menjenguk dapur media Indonesia dan Redaksi Metro TV. Pembelajaran dalam bentuk sharing yang sangat menyenangkan.
Saya jadi teringat perjalanan seorang teman seprofesi ketika pernah berkutat dengan masa lalu pada sebuah media Bali Post dan sempat sama-sama berkiprah dalam satu sanggar sastra; sanggar Minum Kopi. Namanya Warih Wisatsana yang dikenal sebagai seniman, budayawan dan pernah juga sebagai wartawan. Sebagai sastrawan ia pernah mengunjungi Prancis. Buah pikirannya banyak dipengaruhi oleh tokoh seperti Ramdhan KH, Jean Couteau dan Henri Chambert-Loir. Dalam menulis teman saya yang satu ini karyanya juga sering diilhami oleh Yoseph Brodsky, pemenang nobel 1987, termuda setelah Albert Camus. Teman saya ini sering berkhayal jalan-jalan ke Eropa. Negeri yang sering datang dalam mimpinya.
Mimpi itu akhirnya menjadi kenyataan ketika ia terpilih untuk mengikuti Festival Winternach di Den Haag Belanda. Tentu saja tanpa berbekal uang saku dari honor tulisannya selama ini.Karena akomodasi ditanggung oleh panitya. Dalam kadar tertentu pengalaman teman saya sepertinya ditularkan pada saya. Karena dengan ilmu menulis kita bisa sampai disana. Dengan tulisan inilah kita bisa terbang ke suatu tempat. Warih, dengan sajak engkau terbang sampai ke daratan Eropa. Dan DG.Kum dengan tulisan kau cukup hanya sampai Jakarta. Itu pun patut dihargai, tanpa berbekal untuk ticket serta dengan sedikit perbekalan untuk berjaga-jaga jangan sampai kelaparan sampailah aku di kota tujuan. Dan terimakasih tak terkira buat rekan2 corporate mengurus semuanya hingga semuanya berjalan lancar. Dan sebagaimana komentar pemred Ibu Ami pada waktu itu sebelum digantikan pak Joko, Ruangan awal perencanaan jadwal pertemuan kami penuhi di tempat yang biasanya dilakukan rapat-rapat oleh para komisaris dan para direksi. Sangat mengesankan. Terimakasih tak terhingga buat mas Budi dan mas Bathin yang selama berlangsungnya acara hingga berakhir sangat membantu kami mengurus penjemputan, penginapan dan sampai mengantar kami jalan-jalan ke Bogor. Terimakasih yang tak terhingga pada Direksi yang memberikan kesempatan pada kami untuk lebih memperdalam dan meningkatkan mutu kami di bidang jurnalistik. Juga kami tak berharap lebih kalau sekiranya untuk kelanjutan masih tetap menunggu undangan berikutnya. Corporate Secretary jangan segan-segan untuk mengundang kita kembali selaku reporter daerah yang aktif.
Sempat juga bertemu dan foto bareng ama big bos komisaris KFA bp. Zurbandi dan komisaris KFTD bp. Handy Rusman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar