Selamat Datang di Ruang Pajang Cipta Karya Sastra (Puisi, Cerpen, Drama, Artikel, dan Catatan Budaya) =============================================================================

Senin, 22 Maret 2010

Dari Jendela Peracikan: APOTEK MAKELAR ATAU CALO OBAT?

Seorang petugas apotek nampak dengan sigap membagi-bagikan kartu pelanggan kepada setiap pengunjung yang datang.
“Nanti kalau berobat kembali atau mengantar keluarga yang sakit, resepnya tebus di sini ya pak. Tuh, ada tertulis gede-gede: KIMIA FARMA. Oke pak? Oke Bu? Selamat siang, semoga lekas sembuh dan hati-hati di jalan,” kata petugas itu sopan dengan gaya bahasa yang lincah jenaka tapi tidak mirip pelawak.
Lelaki yang menerima kartu pelanggan tersebut mengernyitkan dahi.
“Ini mengharapkan saya sakit atau gimana?”
“Wow, tidak pak. Maaf pak. Mohon bapak jangan tersinggung. Kartu ini kurang lebih berarti begini: ketika bapak menikmati waktu santai di rumah, dan melihat kartu ini, bapak akan teringat sakit bapak sebelumnya. Dikala itu pastilah kondisi bapak lagi prima dan berbahagia dan memang saya harap bapak sehat-sehat saja. Kendati tidak harus kontrol rutin, paling tidak bapak pernah sembuh oleh obat yang kami berikan dari apotek kami. Ringkas’ kan pak? He he he, kamilah yang paling berbahagia melihat kesembuhan bapak karena bapak pasti akan teringat apotek kami dengan demikian……dst….dst…” demikian petugas apotek dengan keramahan yang tidak dibuat-buat mengakrabkan diri kepada pelanggan.
Memang petugas apotek Kimia Farma dididik untuk ramah dan berbahasa sopan. Itu yang pernah diajarkan dalam exellent costumer service. Bekerja dengan baik adalah ibadah. Bekerja dengan penuh keramahan pada setiap pelanggan adalah ibadah tingkat tinggi. Setiap pelanggan yang datang adalah rejeki buat kita. Tidak salah memang kalau kita berpendapat sesungguhnya kita di gaji oleh orang yang sakit. Akan sangat disayangkan sekali kalau sampai mengecewakan orang yang sudah menderita dan mesti mengeluarkan kocek untuk menebus obat, ternyata kita tidak melayani dengan ramah dan sopan. Iya nggak?? Makanya kita mesti merasa beruntung bekerja di apotek.
Walau terkadang sedikit berlaku munafik, untuk mendatangkan omzet yang harus dicapai kita kadang-kadang atau bahkan sering mengeluh, “ wah omzet turun, kok menurun resepnya ya. Hmm, kok ndak ada yang sakit datang ke apotek ya.” Sesungguhnya kita tidak berdoa seperti demikian, tapi kurang lebih dapat dimengerti, kalau tidak ada masyarakat yang sakit, tentu tidak ada resep. Dokternya tidak laku, sepi pengunjung, obatnya macet dan apoteknya lenggang. Praktis sekali kalau tidak ada masyarakat yang sakit, tidak perlu membangun rumah sakit besar-besar. Dari sekian banyak masyarakat yang ada di Indonesia tidak semuanya sehat-sehat sebaliknya juga tidak seluruhnya masyarakat yang sakit mau berobat apalagi datang ke apotek untuk menebus resep. Dilema masyarakat (terutama golongan masyarakat bawah/miskin) sedikit unik dalam hal perlakuan kesehatan. Iya nggak?
Kreatifitas untuk meningkatkan omzetpun diupayakan. Seorang petugas apotek mengunjungi temannya di sebuah rumah sakit. Dan ‘menitipkan ‘ name-card apotek. Cara halus yang sangat sopan oleh pelayan kesehatan tersebut dilakukan dengan menempelkan kartu nama tersebut pada lembaran resep. Cara yang halus untuk menggiring sampai kepada alamat yang tercantum pada kartu nama itu untuk diharapkan sampai pada apotek yang dimaksud. Seorang pasien yang awam akan dengan mudah tergiring sesuai dengan petunjuk yang tertera sembari basa-basi bertanya:
“ Ini alamatnya tidak satu jalur ke arah rumah saya, apa bisa ditebus obatnya di apotek lain?”
“Silahkan saja pak. Tapi apotek ini mempunyai jaringan luas, kalau bisa ya, sesuai dengan alamat pada kartu nama itu pak”
Pasien manggut-manggut, cukup mengerti.
Manakala ketemu pasien yang sedikit bernada kritis berkata ringkas dengan komentar sinis:
“Wah, ini malah ada makelar apotek! Feenya berapa prosen?”
Nah!
Apotek tujuan sebenarnya adalah sebagai tempat layanan farmasi, menyediakan obat utnuk pendistribusian pada tingkat pengecer dengan harga bersaing serta tidak pernah memberi iming-iming dalam bentuk fee dengan dasar perjanjian kontrak. Percaloan obat memang tidak boleh terjadi. Istilah calo obat disini dalam arti mempromosikan keberadaan sebuah apotek yang siap mendatangi para dokter penulis resep dengan iming-iming ada pembagian fee yang bisa diberikan diambil dari omzet penjualan. Berapa prosen?
“Kita memang harus mempromosikan Kimia Farma, produk layanan yang prima serta produk obatnya tanpa harus memberikan janji dalam bentuk prosentase fee. Kita tunjukkan penampilan kita yang nyaman dan orang pasti akan datang, jangan sekali-sekali memberi janji apalagi memenuhi janji dalam bentuk fee kepada setiap rekan yang mengarahkan resep ke apotek kita tak ubahnya seperti percaloan dalam bisnis obat.” itu ketegasan dari atasan saya.
Ya betul! Itu namanya apotek makelar.
Namun kalau dilihat cara kerja ini jauh lebih sehat ketimbang apa yang terjadi di rumah sakit belakangan ini. Ada sebuah rumah sakit pelayanan jasa medis yang justru memberlakukan pelayanan prima yang lebih halus lagi. Pasien rawat inap tidak pernah tahu apa yang diresepkan dalam ’visite dokter’ yang merawat, tahu-tahu sudah diantarkan obat yang rinciannya secara global digabungkan dengan biaya perawatan saat pasca opname. Tak jarang keluarga pasien kaget setelah mengetahui biaya yang justru melebihi dari persediaan dompetnya. Wah, kalau yang ini justru lebih parah dari sistem promosi kartu nama tadi.Pasien yang menyatakan complaint secara diam-diam, akan melakukan tindakan pulang paksa, tak jarang sebagian biaya tidak dibayar dan menjadi tanggungan pihak rumah sakit. Kalau pelayanan seperti itu terjadi di RS Swasta, tidak akan menjadi masalah, karena rata-rata pengunjung adalah setara dengan pasien berkelas kaliber alias ”the have”. Hanya saja kalau terjadi di rumah sakit negeri, memang patut dipertanyakan. Tapi hal ini sepertinya tidak terjadi di daerah saya. Karena kalau memang benar-benar sampai terjadi di rumah sakit negeri statusnya akan berubah menjadi rumah sakit komoditi memanfaatkan kelemahan konsumen yang sedang sakit dan menderita, terutama sekali untuk pasien yang tergolong ekonomi kelas bawah. Namun sepanjang tidak ada keluhan dari masyarakat sesungguhnya: no problem!
Dengan demikian istilah apotek makelar atau calo obat memang tidak boleh terjadi, kendati itu dilakukan dengan cara halus ataupun diam-diam. Yang jelas kita hanya mengarahkan seorang pasien mampir menebus obat ke apotek kita tanpa kesan memaksa atau terpaksa atau dipaksa-paksa harus di giring ke apotek. Mari pak, mari bu, singgah ke apotek kimia Farma. Lengkap kok. Jangan khawatir, petugas kami ramah dan sopan. Dan semoga anda puas dengan layanan kami.(dgk)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar