Selamat Datang di Ruang Pajang Cipta Karya Sastra (Puisi, Cerpen, Drama, Artikel, dan Catatan Budaya) =============================================================================

Kamis, 11 Maret 2010

Dari Jendela Peracikan: BUTIR BUTIR PENENANG


Suatu hari petugas apotek di counter didatangi laki-laki berperawakan aneh. Ia berkata:
“Obat yang anda berikan kemarin itu keliru.”
“Keliru?”
“Ya, keliru. Saya sudah biasa minum obat dan ternyata obat yang saya terima kemarin itu salah,” katanya sambil menunjukkan obat ke tangan petugas.
Petugas apotek menerima dengan hati-hati, lalu membaca nomor serta jenis obat pada klip pembungkus obat tersebut, NEUROVIT E.
“Bapak sakit apa? Ini vitamin untuk menambah stamina yang loyo. Vitamin ini untuk menyehatkan tubuh di saat-saat letih….”
“Saya tahu!” bentaknya.
Karuan saja petugas tersebut tersentak kaget dibentak sedemikian rupa..
“Lho, lalu maksud bapak?”
“Saya telah meminta pada dokter sejenis obat penenang, karena saya sulit tidur saya minta valium atau sejenisnya. Saya sudah biasa minum obat itu. Eh, yang saya terima malah vitamin! Apakah apotek sudah seenaknya mengganti obat yang tertulis pada resep dokter?”
“Sabar dulu pak. Sabar ya? Sebentar saya lihat arsip resepnya dulu,” lalu dengan sigap petugas membuka rekaman resep pada program KISS yang baru beberapa bulan ini dioperasikan. Tidak sulit, rekaman data atas nama pasien tersebut memang benar Neurovit E dragee. Sudah benar apa yang tertulis di resep terlayani kemudian nomor yang tertulis diambil arsip resepnya untuk lebih meyakinkan pada pasien. Dengan sinar kemenangan yang terpantul di matanya petugas tersebut menyodorkan resep arsip ke hadapan pasien. Untung saja tidak terjadi kekeliruan sebagaimana yang ia duga sebelumnya.
“Ini lho pak. Sudah sesuai dengan apa yang kami berikan.”
Lelaki muda itu melihat, lalu manggut-manggut dan lama terdiam.
“Bagaimana, pak?” Tanya petugas itu ramah meyakinkan kebenaran kerja rekan-rekannya di apotek.
“kalau begitu beri saya valium,” jawabnya sembari memerintah setelah dari tadi lama terdiam.
“Waduuh…..maaf, pak. Kalau yang ini mesti dilayani dengan resep dokter.”
“Dokter apa? Saya minta valium yang ditulis ternyata vitamin. Saya tidak mau tahu. Beri saya Valium!!” suaranya kian meninggi menandakan temperamen seseorang yang keras dan tidak mau dibantah sama sekali kata-katanya.
Waduh ini sudah semakin gawat, belum lagi pakai acara menggebrak-gebrak meja etalase. Namanya petugas wanita yang dihadapi tentu saja sang petugas terbirit-birit kea rah belakang ruangan dan menyerahkan permasalahan tersebut kepada rekan kerja lelaki atau apotekernya.
Apotek sepertinya menghadapi hal-hal yang sama sebagaimana dengan kejadian-kejadian yang menimpa permasalahan menyangkut obat jenis psikotropika di apotek lainnya. Itu memang sangat tidak wajar. Anak-anak muda yang suka ‘teler’ atau kebanyakan demam nge’fly’ dengan butir-butir penenang untuk memberikan mimpi sorga dunia pada hidupnya yang berantakan. Ini rata-rata terjadi pada anak-anak muda ‘broken home’, pemabuk ataupun yang pada tahap awal pergaulan dari teman-teman sejenisnya telah dikenalkan butir-butir kenikmatan tersebut yang pada akhirnya akan semakin membuat ketagihan. Apapun alasannya, bagaimanapun caranya, ia harus mendapatkan obat tersebut.
Biasanya mereka datang ke apotek dengan cara-cara yang sangat mengesalkan bahkan tidak terpuji sama sekali. Dan hal ini tentu saja setiap apotek pernah mengalaminya. Bisa mereka datang dengan cara yang sangat kasar, suara-suara yang keras, menggebrak, menghardik bahkan sampai memaki ketika apotek memberikan alas an bahwa obatnya lagi kosong stok. Memang untuk hal-hal semacam ini tidak perlu dilayani dengan ramah oleh petugas satpam apotek. Apakah hal ini bisa dihadapi dengan sikap yang ramah, sementara mereka datang dalam keadaan mabuk, mata merah dan terkadang sedikit sayu dalam pandangan kosong dan omongan yang tidak terkontrol. Terkadang kita harus tetap sabar sebagai seorang petugas di counter pelayanan walau sering menerima omelan,cacian bahkan sampai-sampai melakukan tindakan menggebrak meja etalase.
“Daripada kita dilaporkan pada atasan lalu ditegur karena kurang ramah melayani, yah, terima saja perlakuan kasar itu,” ungkap mbak Yani, salah satu karyawati yang bertugas di apotek itu.
“Lho kita-kita ini ‘kan digaji hanya untuk menerima perlakuan seperti itu. Ya, didamprat, dicaci-maki, kadang diplototin pelanggan, itu sudah biasa kok,” katanya sambil bercanda setengah meringis gemas kalau ingat kejadian buruk saat melayani pelanggan model begitu.
Itu tidak seluruhnya benar,walaupun tidak juga salah sama sekali. Ada batas keramahan yang harus kita perlakukan terhadap pelanggan sepanjang hal itu wajar diterima pelanggan. Untuk kasus valium tablet di atas kita kategorikan pada service excellent bab yang mana? Bisa saja kita punya anggapan bahwa dokter menulis resep tersebut untuk menolong si pasien itu sendiri, untuk menghindari pemakaian obat-obat golongan psikotropika berlebihan, hanya karena faktor kurang/tidak bisa tidur. Lain lagi pengalaman sebuah apotek ketika seorang dokter menelpon : “ saya menulis valium tablet, katakan saja stoknya kosong. Awas, hati-hati! Dia membawa sebilah belati di balik jacketnya. Hati-hati mengajaknya bicara,” pesannya.
Akhirnya kita tahu obat-obat penenang yang diincar anak-anak muda tersebut resepnya terkesan oleh dokter ditulis tidak dengan sekehendak hati oleh karena di bawah suatu ancaman. Ketika pada hari-hari berikutnya jika kita menerima jenis resep dengan penulisan demikian, petugas apotekpun sudah bisa menentukan sikap untuk memilih jawaban yang enak untuk si pembawa resep, kendati tak jarang harus menerima dampratan maupun gebrakan tangan ala film cowboy. Itu wajar. Wajar yang menyakitkan.(dgk)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar