Selamat Datang di Ruang Pajang Cipta Karya Sastra (Puisi, Cerpen, Drama, Artikel, dan Catatan Budaya) =============================================================================

Senin, 15 Maret 2010

Dari Jendela Peracikan : APOTEK BAROMETER


Suatu ketika menjelang dinas malam di apotek dalam jadwal yang bersamaan, seorang dokter menyapa di depan counter sambil basa-basi bertanya.
“Stok obat apa saja yang cukup banyak di apotek?”
“Cukup banyak? Agak banyak? Atau kebanyakan?” jawab petugas apotek guyonan, karena tahu dan hapal betul dokter yang satu ini memang suka bercanda.
“Iya..”
“O….semua ada, hampir tidak ada yang kosong. Tenang aja dok. Apa yang tertulis pasti kami sediakan”
Maksudnya jelas, keadaan stok obat merata ada. Lalu apa yang akan diresepkan?
Tergantung kunjungan dan jadwal kontak med-repnya. Tidak ada yang rahasia dalam penulisan produk dalam suatu resep. Kewibawaan resep adalah setara dengan kontrak kerja dengan produsen obat yang tertera pada kata-kata “ Obat tidak boleh diganti tanpa sepengetahuan dokter penulis” : Ini mengandung banyak arti bagi si pembaca resep, namun maksudnya jelas. Kalau tertulis amoxicillin jangan dibaca ampicilin. Kalau tertulis Amoxsan jangan dibaca kimoxil. Secara umum yang disebut sebuah apotek barometer adalah me-meratakan stok setiap produk yang dimaksud jalurnya resep dokter tersebut tanpa pernah mengalami kekosongan. Karena Pada dasarnya, inti dari pertanyaan tersebut di atas adalah: jangan sampai targetnya lepas sementara dia sudah menunjuk salah satu apotek kepercayaan.
Tak tertutup kemungkinan walaupun ia praktek in-house dalam lingkungan apotek tersebut namun seandainya stok yang seharusnya tersedia dengan ks-jv salah satu atau beberapa produsen yang membuatkan ‘perjanjian khusus’ yang oleh apotek ternyata kebablasan kosong atau kebablasan diganti produk lain, maka akan sering resep dokter tersebut berlabuh di “apotek tetangga”. Rugi juga akhirnya bukan?
Karenanya, pintar-pintarlah mengambil hati dokter. Dan yang paling mengesankan lagi, kita pintar menjaga dokter ‘in-house’ kita. Karena kalau hubungan baik ini bisa terjaga, maka tidak ada istilah stok barang tidak laku, kurang laku, macet atau bahkan kadaluwarsa.di sebuah apotek. Kalau hubungan baik dengan dokter yang selalu mengarahkan resep-resepnya ke apotek kita mampu kita jaga dan pemenuhan obatnya sesuai dengan perjanjiannya dengan sang produsen, maka urat nadi kehidupan terhadap stok barang-barang dagangan di apotek senantiasa selalu berdenyut dengan teratur.
Menjaga hubungan baik dengan para dokter yang praktek di lingkungan apotek kita ataupun di sekitar radius apotek kita ibaratnya sama dengan memelihara sebuah tanaman. Menjaga tanaman itu agar tidak mudah layu, selalu menyiramkan air dan juga berkewajiban membersihkan kotoran2 yang merusak tanaman tersebut.
Itu teorinya. Pada kenyataan banyak juga dokter in house yang sering beralih ke lain hati salah satu penyebab faktor tidak puas adalah kurangnya waktu kita ber”say hello” dengan dokter in-house kita disaat-saat senggang pengunjung pasien. Bahkan pernah seorang dokter yang praktek di apotek kita berkata begini:
“Mana bossmu? Tengoklah sekali-sekali kita, ngobrol-ngobrol santai mumpung pasien sepi.”
Nah, itu dia.
Atau faktor kekecewaan yang lain seperti seringnya terjadi kekosongan obat sesuai dengan yang diresepkan ataupun terkadang obatnyanya diganti tanpa pemberitahuan sebelumnya. Itu diketahui setelah pasien langganan tetap sang dokter tersebut datang kembali saat control ulang. Ini yang lebih celaka lagi, akhirnya yang terjadi adalah: dokternya memakai sarana kita untuk praktek, tapi resepnya nyelonong ke apotek tetangga. Kalau sudah terjadi demikian, siapakah yang harus tanggap? Ya, semuanya dari kita-kita-lah yang harus tanggap. Tidak saling mencari-cari kesalahan yang bermuara pada lingkaran setan.
“Dok, resepnya kenapa kebanyakan keluar? Malahan apotek sebelah kelihatan melayani resep anda?” petugas apotek kita bertanya.
“Tahu darimana? Emang stok kamu di apotek lengkap ndak sesuai yang saya resepkan?”
“Tuh, lihat! Iya’kan? Masalah stok sebetulnya: yaaaaa…. iyalah…bisa’kan kita bicarakan?”
“Lha, iyo diomongke, tapi mosok diganti diem-diem. Kesel aku!”
“Lho kata siapa, dok?” petugas apotek bicara sambil haha-hehe
“Tuh, lihat, pasien yang nebus ke sebelah itu nunjukin obat seminggu yang lalu,”
“hehe maaf dok kalau kejadian yang satu ini”
“Iya nggak apa-apa, tapi sebetulnya apa sih susahnya hubungi saya?”
Nah, itu dia! Kalau sang dokter penulis resep sudah bicara begitu. Kalau dokter yang satu ini memang karakternya tidak bisa guyon. Jangan coba-coba memancing kelakar. Karena kesehariannya serius banget.
Namun terkadang komunikasi yang kurang nyambung antara med-rep dan apotek yang bersangkutan, sering terjadi kasus serupa, dan ini bukan hal yang rahasia lagi. Melebihi batas penulisan maksimal, terlebih dokter yang memiliki pasien cukup melebihi jumlah stok obat yang ada di apotek sehingga saking seringnya obat tersebut ditulis, apotek sering kewalahan juga. Ujung-ujungnya terjadi pergantian obat atau terkadang kita membeli ke apotek sebelah. Prosentase laba jadi bergeser ke tetangga. Belum lagi med-repnya datang-datang dan complaint:
“Mbak, kok produk saya sering diganti? Stok yang lebih banyak dong!”
Lalu apa jawab petugas apotek?
“ Obatnya jarang ditulis mas!”
Wah ini dia, jadi lupa hubungan mana costumer extern kita. Namun kalau bicara soal rumah tangga peracikan plus BPBA-nya, kita juga bisa baca dari system yang kita punya berupa level dari barang laku, tidak laku, jarang laku atau di lakukan dalam kubus pareto A ke B ke C dst. Dulu sekitar tahun 90-an kita sebut TQC, istilah lain untuk sebutan Total Quality Control, kendati dalam praktek kerja agak terlewatkan. Akhirnya sering kita angkat telpon : “Apa yang bisa kami ganti,dok?”
“Loco saja!” jawab sang dokter enak terdengar di gendang telinga atau juga barangkali di-enak-enakkan saking baiknya hubungan kita dengan dokter tersebut.
Lebih ekstrim lagi muncul dengan nada bercanda agak digalak-galakkan suaranya: “ Tutup saja apoteknya!” Atau : “ buatkan copy resep dan please, cari di apotek lain. Kasihan bang Jupri, atau mbak Ayu (maksudnya rep dari obat yang ditulis) nggak ada bonus kerjanya…..”
Nah!
Memang kalau kita agak kurang akrab dengan beberapa dokter akan terjadi demikian, suara yang serba ekstrim kita dengar di gendang telinga.
Barangkali saja dokter yang baik atau dokter yang bisa diajak berdamai dengan apotek suaranya akan terdengar merdu di telinga.
“Kalau perlu, silahkan apotek. Ganti saja!” Terkadang memang kita sering bingung dibebankan untuk mengganti. Itu sudah kepercayaan dokter penulis resep buat kita. Karenanya kita sering perlu mempelajari karakter masing-masing dokter, karakter penulisannya serta hari-hari tertentu, dalam artian kapan musimnya produk Sanbe, kapan musim interbat, kapan musim Lapi ataupun Kalbe dst. Lalu kita tinggal diberi pilihan untuk menentukan mana sekiranya yang tersedia di apotek saat ditulis.
Apotek anda sedia yang mana? Lha terus untuk produk Kimia Farmanya yang mana dokter?
“Atur Saja!”
Enak sekali bukan? Memang cara hubungan yang enak itu begitu, sekadar menghindari kesan seenaknya main ganti, beberapa hari kemudian, manakala ketemu sang dokter pujaan hati kita akan ungkapkan perasaan sejujurnya.
“Maaf, dok, kemarin dulu tuh, obatnya terpaksa kami ganti,” dan sang pujaan hati sambil menaggut-manggut akan berkata,”nggak apa-apa. Lain kali lu mesti sediakan yang gue tulis.”
Tentu saja.
Yang enak itu begini, dokter rata-rata dan hampir semua baik terhadap outlet kita. Saking sudah bosan nulis resep dan saking baiknya berlipat-lipat, ia bertanya pada pihak apotek: “ Stok obat kamu yang banyak nongkrong apa aja?”
Nah, inilah yang disebut dengan pencairan barang, daripada stok menumpuk di gudang, lalu dengan seenaknya kita informasikan apa yang harus dokter tulis. Memang terkesan agak mendikte. Namun jangan diartikan demikian demi hubungan kerjasama kita yang sudah terjalin baik. Ya, barang yang tidak laku sama sekali akhirnya terjamah. Pemenuhan obat dari resep ke tangan pasien/pelanggan akan terpenuhi semua. Artinya resep masuk-keluar obat, apapun loconya. Yang penting masuk resep bukan salinan/copy resep yang keluar. Bagaimana?
Aptek jelas mencari laba, terkadang barometer begini yang mengena di tangan dokter. Approach sedikit sambil basa-basi alakadarnya. Karena sebuah basa-basi yang sehat, dokter manapun sepertinya akan berkurang rasa tersinggungnya mengetahui ada beberapa resepnya yang diganti dan etika kita, dokter jelas mengetahui sebelumnya apa yang akan keluar dari apotek. Rasanya kita senang menjadi apotek yang ditunjuk :
“Cari saja di apotek Kimia Farma. Lengkap kok!”
Bangga’kan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar