Selamat Datang di Ruang Pajang Cipta Karya Sastra (Puisi, Cerpen, Drama, Artikel, dan Catatan Budaya) =============================================================================

Rabu, 21 September 2011

Artikel : G Arimbawa GELISAH DIRI SEORANG PENYAJAK (Coba merefleksikan sajak-sajak Kiki Sulityo)

Kesenyapam malam memberikan batas antara pergolakan bathin yang hendak meloncat ke alam penuh bukit-bukit basah, menduga kita untuk lebih sangsi mencari dan mendaki selama kegelisahan yang selalu sama datangnya akan memberikan kita sebuah harapan.
Mengapa gelisah karena kaki telanjang tak bermata? Kita hendak menggapai-gapai bukit basah lembab melicinkan kegelisahan penuh hasrat. Mengapa gelisah berhasrat bukit karena yang dituju mendatangkan misteri? Hasrat hanya lamunan kosong. Kaki punya mata dan kehendak punya rasa. Waktu hanya rentangan tirai tipis yang kabur oleh mata. Dimanakah kita kini?
Puisi itu sendiri belum pasti dapat diartikan sebagai buah praduga yang mampu memberikan kesenyapan serta suasana hati yang menyenangkan. Mental itu sendiri sesungguhnya ada pada pemaparan dari rangkaian demi rangkaian kata-kata itu sendiri. Sikap sebuah puisi yang selalu mempengaruhi perkembangan akan makna yang terangkum dalam proses sebuah penulisan karya sastra. Dapat selalu mempengaruhi akal budi, sikap serta mengubah diri untuk mengolah kehalusan budi. Dimana akal budi itu sendiri mampu tersimpan lama sebelum habis ditempa waktu.
Buah meluputkan waktu menjadi sebuah kegelisahan awal igauan, senandung kehidupan dalam kenikmatan. Waktu hanya rentangan tirai tipis yang mudah putus lalu terlupakan. Bisakah? Sekali lagi bisakah tidak karena waktu menghampiri totalitas kenikmatan. Karenanya memburu tinggal memburu, tidak tahu apa yang diburu. Padang perburuan hanyalah hamparan demi hamparan padang pasir nan tandus, hutan-hutan, kesepian, ketakutan, misteri yang berikut beramai-ramai mengganyang kita dalam perburuan yang sama. Pada akhirnya memang sama-sama semuanya datang hanyalah untuk saling memburu.
Kita diburu oleh pemburuan kita sendiri. Sedangkan buruan itu adalah diri kita sendiri. Lalu berapa kali kita membangun puncak perburuan untuk runtuh di mata bathin? Kegelisahan dirilah yang menghadirkan bayangan. Sedangkan puncak masih menjulang tinggi.
Coba kita hadirkan pergulatan bathin sang penyajak dalam judul sajak DI AMPENAN, APALAGI YANG KAU CARI yang diterbitkan ekspresi magazine no 29/tahun II/agustus 2010 ini. Kita tampilkan lariknya secara utuh:
Di Ampenan, apalagi yang kau cari?/kota tua yang hangus oleh sepi/kali kecil menjalar di tengah mimpi/dimana masa kecil mengalir tak henti/ingatkah kau tekstur-tekstur kuno/rumah es di ujung gang/ingatkah kau gudang kusam/aroma tajam dari puskesmas seberang?//
Penyajak dalam hal ini dalam ketajaman intuisinya masih menggambarkan kota lama yang lekang oleh waktu dan selalu dibentur-benturkan perubahan jaman. Kota pertama sebagai kota niaga sebelum pindah ke wilayah Cakranegara, dan begitu tajamnya penyajak melukiskan gambaran sebuah kehidupan seperti pada kata-kata: tekstur tekstur kuno serta gambaran tentang rumah es di ujung gang. Ingatan saya tentang bagaimana masa kecil di sebuah kota lama Ampenan yang masih mengental bertahan kuat dalam menghadapi perubahan, terlihat dari masih membekas took-toko, gedung bangunan tua. Seperti pada larik berikutnya:
Di Ampenan hanya gedung-gedung tua/bertahan dalam kemurungan/hanya angin yang resah/mondar- mandir dengan kaki patah/dan perempatan itu/akan kau temui kembali/riwayat sebuah perjalanan/yang terus mengambang dan menggelepar/di ingatanmu//
Sajak ini yang berkisah lewat mood gang buntu ditulis penyajaknya pada tahun 2009 ini mengalir demikian lancar dalam ingatan sebuah warna lokal kota tua yang menyimpan sejarah. Demikian yang dipaparkan Kiki Sulistyo, penyair yang lahir di Ampenan 32 tahun yang lalu sebagai sebuah pemahaman terhadap refleksi saya untuk lebih mendekatkan diri terhadap makna yang termaktub maksud kata-kata yang dilampiaskan lewat sebuah sajak, selebihnya pembaca sendiri yang memberikan makna tersendiri dalam kebebasan mengembangan maksud daripada imajinasi yang disampaikan penyajaknya sendiri. Salam bumi gora gogo-rancah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar